Friday, July 31, 2009

"Usia Bumi Tinggal 60 tahun Lagi!"


Sekedar berbagi berita=D Kemarin, hari jumat (24/7) saya iseng-iseng membaca koran media indonesia. Ada beberapa info yang menurut saya cukup menarik untuk kita renungkan.

Berita yang pertama, terkait dengan "usia bumi". Deputi Kementerian Lingkungan Hidup Bid.Komunikasi dan Pemberdayaan Masyarakat, Henry Bastaman menyampaikan bahwa 60 tahun lagi bumi dan kehidupannya akan punah! Beliau menambahkan, "Sebelum punah, pada 2020, suhu bumi akan naik 4 derajat celcius. Akibatnya, permukaan laut naik, banyak badai, banyak penyakit baru akan muncul. Akhirnya akan menyerupai kehidupan di Planet Mars. Itu semua akibat perbuatan manusia, bukan alam semesta." Pernyataan beliau ini mengacu pada laporan penelitian 2500 ilmuwan Intergovermental Panel of Climate Change 2007, sebuah lembaga di bawah PBB.

Mencermati pernyataan beliau yang terakhir, "Itu semua akibat perbuatan manusia, bukan alam semesta", tersirat bahwa kenaikan suhu iklim global dipengaruhi oleh perbuatan manusia di berbagai aspek. Baik yang berdampak langsung terhadap lingkungan, maupun yang turut berkontribusi secara tidak langsung.

Secara langsung berarti perilaku yang berkaitan dengan pola hidup masyarakat yang tidak ramah lingkungan; pendirian bangunan sesuka hati, pembuangan limbah pabrik tanpa sistem pengendalian yang baik, penggunaan kendaraan bermotor berlebihan, dsb . Sedangkan yang secara tidak langsung, berkaitan dengan perilaku yang minim moral. Termasuk di dalamnya kerusakan moral para pemimpin atau para pemegang amanah di berbagai sektor (baik yang bergerak di area lingkungan, maupun tidak). Bahkan, menurut saya, faktor yang disebut terakhir merupakan ancaman yang lebih berbahaya bagi keselamatan bumi a.ka. pemanasan global!

Misalnya, ketika masyarakat membaca berita kedua berikut ini: "Rumah Dinas Wagub Diminta di Menteng". Berita ini mengabarkan bahwa saat ini sedang diajukan anggaran untuk membeli rumah dinas baru bagi Wagub DKI, Prijanto. Disebutkan bahwa dalam usulan APBD-P 2009 Pemprov DKI, dialokasikan anggaran senilai 28 miliar rupiah untuk membeli rumah di Jl.Teuku Umar 47, Menteng, Jakpus bagi Wagub. Padahal, menurut salah seorang anggota DPRD DKI Jakarta, rumah dinas lama Wagub yang sekarang di Jl. Denpasar, Mega Kuningan, Jaksel dinilai masih cukup bagus dan tidak kalah elite!

Nah,berita-berita semacam ini saya pikir berkontribusi besar terhadap pemanasan iklim global! Mengapa? karena masyarakat banyak kemungkinan besar akan ngedumel (baca: mengeluh) melihat para pemimpinnya jauh dari pola hidup sederhana. Akibatnya, kalor (energi panas) yang diciptakan dari dumelan tersebut akan menguap ke udara dan berkumpul di atmosfer dan meningkatkan suhu bumi!

Apalagi ditambah berita semisal, "mewahnya mobil dinas untuk kepala dinas, walikota dan pejabat setingkat lainnya". Salah seorang Anggota komisi C DPRD DKI, Tatang Rusfandi juga menyampaikan bahwa saat ini dewan juga sedang mempertanyakan alokasi anggaran sebesar Rp 14.495.695.000 untuk pembelian 42 mobil dinas eselon II (Rp 345.135.595 per unit).

Kalau eselon II saja sudah senilai ini, bagaimana eselon I dan terus ke atas? Semakin banyaklah kalor yang menguap ke angkasa. Apalagi mengingat, kejadian serupa berpotensi besar terjadi di lebih dari 33 propinsi yang tersebar di seluruh Indonesia.Tentu, akumulasi kalor yang muncul dari kegemasan sebagian besar rakyat Indonesia akan memperparah kondisi iklim global. Tapi ingat.. ini belum termasuk akumulasi kalor para politisi dan warga terkait suhu politik yang kian memanas!=b Dengan demikian, jelaslah sudah, mengapa Jakarta kian hari kian panas..

"Membayangkan Generasi Tua Kita.."

Tadi siang ketika sedang melaju di atas motor, di bawah terik matahari siang kota depok,
melintas seorang nenek dan cucu laki-lakinya. Sambil memperlahan laju kendaraan, sekilas saya menatap wajah sang nenek yang renta tampak khawatir melihat cucunya menyeberang mendahuluinya. Sementara sang cucu, asyik berjalan di depan tanpa menoleh sedikit pun ke arah sang nenek yang berjalan lebih lamban, tampak agak terseok di belakangnya.

Melihat fenomena tersebut, entah kenapa, tiba-tiba terlintas di benak saya seperti apa kelak generasi kita, termasuk saya (bila Allah memberikan usia yang panjang) menjalani masa-masa tua kita? Apakah akan tetap ada seorang nenek atau kakek yang masih memiliki kesempatan untuk mengkhawatirkan cucunya?atau jangan-jangan tanpa kita sadari, kita sudah mulai menjalani proses menjadi seorang cucu yang (akan) tumbuh menjadi seseorang yang sama sekali menghiraukan orang yang lebih tua.

Kekhawatiran saya beralasan. Utamanya karena pola pendidikan anak yang kini semakin menekankan kepada kemandirian anak dan pelimpahan “wewenang” pengasuhan anak kepada orang-orang di luar keluarga inti. Entah hal ini terjadi by design atau by accident, yang jelas kini orang-orang tua terlalu sibuk terhadap diri mereka sendiri. Terutama, pada keluarga-keluarga dengan tingkat ekonomi yang memadai. Akibatnya, kini terjadi degradasi (baca: penurunan) kualitas hubungan orang tua terhadap anak.

Kalau kita coba membayangkan kembali masa kecil kita (generasi yang lahir antara awal 80an hingga awal 90)dengan masa kecil generasi sekarang adakah hal-hal yang dulu (kita rasakan) menjadi poin-poin penting dalam pengasuhan orang tua kita terhadap kita, tapi saat ini sudah mulai berkurang atau bahkan hilang sama sekali? Apalagi bila kita membandingkannya dengan masa kecil generasi orang tua kita. Tentu kita akan menemukan lebih banyak lagi nilai yang hilang dalam pola asuh orang tua terhadap anak.

Sebagai contoh, terkait dengan pendampingan belajar. Dulu, saya masih ingat ketika saya SD, ibu saya sering mendampingi saya di malam hari selepas maghrib, untuk membahas PR-PR sekolah yang saya peroleh di hari tersebut. Namun, seiring dengan waktu, (ketika SMP) ibu saya mulai bekerja di kantor sehingga hampir tidak pernah beliau mendampingi saya untuk belajar lagi. Dewasa ini,(bagi anak-anak generasi kini) bahkan sudah lebih parah lagi.. Lembaga bimbingan belajar kini menjamur di mana-mana. Menjadi semacam tempat-tempat penitipan anak modern. Jadi, semakin terbukalah kesempatan “pelimpahan wewenang” dari orang tua ke guru-guru bimbingan belajar.

Saya tidak ingin mempersalahkan kemajuan zaman dan teknologi. Namun,adakah sebuah cara untuk mengembalikan kesadaran kita untuk “kembali ke jalan yang benar”? Saya khawatir, bila kondisi ini terus dibiarkan di usia tua kita nanti (mungkin) akan semakin banyak panti-panti jompo yang menampung kakek & nenek seusia kita. Menampung orang-orang yang terlupakan, karena kita kini pun melupakan.
Bukankah apa yang kita tanam hari ini akan kita tuai di hari nanti?Menanam padi, menuai padi.. Menanam jagung, menuai jagung.. Jadi, apa yang kita tanam hari ini kawan?=D Mungkin ada di antara kawan yang berkenan untuk berbagi? Lebih khusus terhadap kawan-kawan yang kini telah mulai memasuki fase baru dalam hidupnya: membina sebuah keluarga, sekolah peradaban yang sesungguhnya=D


"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia" QS.17:23

"Azas Kepatutan.."

Dua hari ini, saya mengalami serangkaian peristiwa yang beberapa di antaranya mengajak saya untuk merenungi sebuah hikmah yang berkaitan dengan "Azas Kepatutan". Demikian sebuah frase yang saya dapat dari bapak saya. Peristiwa terakhir terjadi beberapa saat sebelum pesawat yang kami tumpangi tadi pagi lepas landas dari medan menuju jakarta.

Saat itu, para penumpang satu per satu mulai memasuki kabin pesawat dan mengisi kursi masing-masing sesuai dengan nomor kursi yang tertera pada tike. Selang beberapa waktu kemudian, sebagian besar penumpang telah menempati kursinya masing-masing. Menyisakan beberapa kursi kosong yang belum terisi. Hingga datanglah, seorang ibu muda yang sedang menggendong anak bayinya yang masih sangat kecil.Tempat duduk beliau berselang dua baris kursi di depan tempat duduk kami (saya dan bapak).

Tiap baris terdiri dari 3 buah kursi.Ujung kursi yang satu berada di dekat jalur masuk penumpang, satu kursi di tengah, sementara ujung lainnya merapat ke jendela pesawat.Sang ibu mendapatkan kursi di tengah.Sedangkan suaminya,(mungkin karena situasi bandara Polonia ketika itu sedang sangat ramai) ternyata hanya berhasil mendapatkan kursi yang terpisah satu baris di belakang sang istri.

Karena satu dan lain hal yang kurang saya ketahui, sang istri bersama bayi di dalam dekapannya telah tiba lebih dahulu sebelum sang suami. Saat itulah terjadi perbincangan antara ibu tsb dengan seorang bapak paruh baya yang duduk di kursi, tepat di sebelah kursi beliau.

Sang Ibu: "Maaf pak, apa boleh bila saya duduk di pinggir?jadi bapak pindah ke kursi saya yang berada di tengah.Karena saya khawatir, di tengah perjalanan nanti saya akan keluar masuk karena anak saya mungkin butuh ke kamar mandi.Sedangkan suami saya duduk di belakang.. Jadi mungkin agak repot.." (alasan ini menurut saya cukup logis untuk dipahami mengingat jarak antara baris kursi yang satu dengan baris di depannya cukup sempit)

Sang Bapak: "Waduh.. bagaimana ya?Saya ini sudah tiga kali pindah kursi bolak-balik.. Ibu di tengah saja lah ya.."
(beberapa penumpang tampak memperhatikan percakapan tersebut,termasuk saya dan ayah)

Sang Ibu: "Apa benar-benar tidak bisa pak?"
Sang Bapak: "....." (tidak ada komentar).
Seorang perempuan muda yang duduk persis satu kursi di belakang sang bapak,dan memiliki kursi yang juga persis di posisi luar pun tidak ada reaksi.Hanya terdiam.

Tampaknya, bapak saya yang duduk di samping saya cukup terganggu dengan sikap bapak tsb. Dan bersikeras untuk membantu ibu tsb, padahal tidak seorang pun di antara kami yang duduk di kursi pinggir dekat dengan jalur penumpang.Akhirnya beliau meminta kesediaan seorang remaja perempuan yang duduk di sebelahnya untuk bertukar ke kursi tengah yang beliau duduki,sehingga kursi remaja tsb yang berada di pinggir bisa ditempati oleh ibu tsb. Sedangkan bapak saya akhirnya duduk di kursi awal sang ibu, persis di sebelah bapak tadi.

Beberapa waktu kemudian,datanglah sang suami. Melihat posisi ibu tsb dan sang suami duduk terpisah, sang pramugari mencoba membujuk perempuan muda yang duduk persis di belakang bapak yang tidak mau memberikan kursinya tadi untuk pindah satu baris ke belakang.
"Apa ibu bersedia pindah satu baris ke belakang,bu? sama-sama di pinggir kok.. hanya beda baris.Supaya ibu ini bisa duduk di sebelah bapak (suaminya)", ujar sang pramugari. Alhamdulillah, perempuan tsb bersedia sehingga sang istri, suami dan anak bayi tsb bisa duduk berdampingan.

Beberapa saat setelah mendarat di bandara soekarno hatta, bapak saya pun beceritera pada saya, "Tadi papa iseng tanya sama bapak tadi..'kenapa sih pak, kok ga mau tukar kursi?padahal mudah kan.. tinggal geser satu kursi.. apalagi ibu tadi bawa bayi'?".

"Jawab bapak tsb: 'Anda tahu.. saya ini punya hak.. saya punya hak untuk mendapat privacy!", ujar bapak tsb. Perbincangan antara bapak saya dan bapak tsb tidak dilanjutkan karena penumpang yang duduk di sebelah bapak saya menarik sisi kanan baju bapak saya. Seolah mencoba berkata, "Sudah pak, tidak usah diteruskan..".

Beliau kemudian berkata kepada saya.. "Inilah yang disebut dengan 'Azas Kepatutan'. Sebenarnya, bapak tsb (yang tidak mau memberikan kursinya) memang memiliki hak atas kursi tsb. Namun, tidak patut bila seorang ibu yang membawa bayi meminta kesediaannya untuk bertukar kursi justru bersikukuh untuk tidak bergerak!

Kejadian semacam ini juga sering terjadi di dalam bus way. Ketika seorang laki-laki, yang duduk di depan seorang ibu hamil berpura-pura tidur supaya (dikira) tidak melihat bahwa ibu hamil itu berdiri persis di depan hidungnya.Meskipun para penumpang yang lain, terutama ibu-ibu,memberikan komentar negatif atas perilakunya, ia tetap asyik dengan tidur (pura-pura)nya!".

Tiba-tiba terlintas bayangan sang bapak tsb, yang mengenakan topi haji putih, persis sebelum meninggalkan kabin untuk turun dari pesawat. Ya Allah, mengapa harus dengan topi haji? astaghfirullah... saya mohon ampun.

Semoga bermanfaat sebagai pengingat bagi kita semua.amin

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.
Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat
(QS.Al-Mujaadilah: 11)

"Bapak dan Ibu Capres-Cawapres: Jadilah Anomali!"

Setelah beberapa lama berhenti menulis mengenai hiruk-pikuk politik, akhirnya saat ini saya kembali memutuskan untuk menulis.Bukan dalam kapasitas saya sebagai rakyat yang mendukung salah satu pasangan capres-cawapres, tapi lebih sebagai rakyat yang ingin agar bangsa ini dapat menjadi lebih baik.Tentunya dengan dukungan kawan-kawan, utamanya para bapak dan ibu capres-cawapres. Saya berharap bapak dan ibu serta kawan-kawan sekalian berkenan mempraktekkan perkataan Ali RA yang dikutip pak JK di salah satu baligho kampanyenya: "Dengarkanlah nasehat meskipun dari seorang anak kecil"=D

Bapak dan Ibu capres-cawapres yang terhormat,saya ingin bertanya: (dalam dunia politik) Bolehkah kita memutuskan untuk menjadi anomali (dalam kebaikan)? karena tidak sedikit kawan saya yang memberikan labelling (baca: cap) tertentu bagi dunia politik. Sebagian kawan-kawan bilang, "Politik itu kejam!".. sebagian lagi mengatakan, "di dalam dunia politik tidak ada kawan yang abadi.. satu-satunya kawan yang abadi bagi para politisi adalah kepentingan mereka sendiri".. ceunah (baca: katanya=b).Inilah persepsi yang ada di dalam benak sebagian besar mayarakat terhadap dunia politik dan politisi kita.. yang tumbuh melalui perilaku populer (baca: perilaku yang umum dilakukan) yang ditampilkan oleh (tidak sedikit) politisi bangsa kita. Dan pada akhirnya menguatkan rasa hopeless akan terwujudnya kondisi yang lebih baik di negeri kita.Berdasarkan asumsi sederhana ini, saya pikir cukup untuk mulai mempertimbangkan menjadi seorang pemimpin yang anomali (dalam kebaikan)!

Salah seorang guru saya pernah bilang, bahwa orang-orang terdepan merupakan orang-orang minoritas.. sedikit jumlahnya! Mereka ini adalah orang-orang yang masuk dalam kategori "anomali" di tengah masyarakatnya.Istilah asingnya: "Creative Minority"! Klo berdasarkan referensi psikologi yang pernah saya baca, orang-orang terdepan ini bahkan termasuk ke dalam golongan "orang-orang abnormal secara statistik"!=b ya,karena secara statistik, mereka ga seperti kebanyakan orang..

Terlepas dari keren atau tidak keren,wajar atau tidak wajar.. menurut saya, status "anomali" ini penting banget pak,bu.. karena yang saya pahami, seorang great leader umumnya memiliki sesuatu yang membedakannya dari kebanyakan orang.Menurut saya, "A great leader is a truly distinguish person!"

Sekaranglah waktu yang paling tepat bagi bapak & ibu untuk menjadi seorang "anomali", berani membuat sesuatu yang berbeda (dalam kebaikan). Paparan berita utama di halaman media-media terkemuka tentang politik negeri kita sesekali perlu dihebohkan dengan suatu hal sederhana yang berbeda (karena sudah lama tidak dilakukan) yang ditularkan melalui keteladanan pemimpin.

Misalnya, setelah prosesi penghitungan KPU tentang PILPRES selesai ada baiknya bapak dan ibu kembali berkumpul untuk bertukar gagasan program yang konstruktif bagi perbaikan bangsa ini.Mungkin sekaligus sebagai sarana silaturahim sederhana dalam suasana yang hangat. Meskipun bapak dan ibu adalah 6 orang warga negara terbaik, sebaik-baiknya gagasan yang bapak ibu miliki, tentunya mungkin antara satu sama lain ada yang bisa luput toh?Ada hal baik yang dimiliki kandidat no.1, tidak dimiliki no.2 & 3.. Atau mungkin saja ada yang dimiliki kandidat no.2 tidak dimiliki kandidat no.1 & no.3.. Atau mungkin ada ide menarik yang dimiliki kandidat no.3, tidak dimiliki kandidat no.1 & 2. Jadi saling berbagi hal positif=D Bagaimana pak, bu?

Ide lain yang sempat terpikir oleh saya, adalah dengan membuka kesempatan bagi seluruh warga negara Indonesia untuk memberikan masukan nyata terhadap program strategis pemerintah 5 tahun ke depan.Buka salurannya, dengan bantuan lembaga terkait, media elektronik (utamanya TV dan Radio) dan mungkin juga mahasiswa.Lihat secara lebih arif, apa hal fundamen yang selama ini menjadi hambatan bagi kita untuk menjadi negara besar.. kemudian dari sana pilih prioritas dan laksanakan dengan sebaik-baiknya. Atau bisa juga dikembangkan melalui program-program strategis yang bapak dan ibu janjikan dalam kampanya.. Para capres-cawapres bem berbagai universitas bahkan sudah melakukannya sejak jauh-jauh hari pak, bu.. menampung aspirasi 'masyarakat kampus' sebelum menentukan proker fix=D

Kemudian, satu harapan sederhana yang seringkali terlintas di benak saya.. tentang budaya hidup sederhana pak,bu.. dapatkah bila salah seorang dari Anda telah resmi menjadi presiden & wakil pres RI periode 2009-2014 memberikan contoh nyata keteladan budaya hidup sederhana? Saya yakin masih banyak pos-pos anggaran-anggaran yang terlalu besar terkait jabatan bapak bisa diefisienkan.. sehingga bisa dialokasikan untuk saudara-saudara kita yang lebih membutuhkan. Bila bapak dan ibu mau melakukan ini,Insya Allah pak,bu.. semangatnya akan menjalar ke seluruh lapisan masyarakat.. Pundak maupun dada bapak dan ibu pun akan terasa lebih lapang dalam menjalani amanah ke depan=D yakin pak,bu!

Sebagai inspirasi ringan pak,bu.. kita rame-rame nonton bareng film "CHANGE " yuk pak,bu=D Mengisahkan sebuah cerita fiksi tentang seorang yang menjadi perdana menteri jepang dalam usia yang sangat muda.. menurut saya, pesan moralnya penting pak,bu.. Kalo mau nonton sendiri juga boleh=D nanti didiskusikan di rapat kabinet=b hehe.. sekilas infonya bisa dilihat di sini pak,bu: http://reza-fathur.blogspot.com/2008/12/lets-change-indonesia.html

Terakhir pak,bu.. Jangan pernah ragu untuk meminta maaf bila kita memiliki kekeliruan.Baik yang disengaja maupun tidak.. Meskipun saya tahu, terkadang berat kita untu kita lakukan.. Apalagi bila sudah menyangkut "nama baik" (baca: gengsi) kita. Tapi, yakin pak.. bu.. perkataan yang baik, dan pemberian maaf itu begitu berarti bagi diri dan sesama=D

Saya pribadi mohon maaf pak,bu.. kadang2 suka gemes melihat bapak dan ibu.. jadi suka ngomongin yang enggak-enggak di belakang bapak dan ibu=b ya,mungkin karena saya tidak punya cukup ruang untuk menyampaikan pandangan saya secara langsung kepada bapak dan ibu sekalian. Jalan yang bisa saya pilih selain lewat mimpi hanyalah lewa tulisan semacam ini=D maaf ya pak,bu..

Keempat hal yang saya sebutkan sebelumnya adalah gagasan-gagasan sederhana yang masih anomali (untuk ukuran seorang pemimpin bangsa). Namun, sebagian besar justru telah begitu populer di kalangan para penggerak kegiatan kemahasiswaan di kampus-kampus.
Saya yakin, kawan-kawan yang lain pun punya banyak ide-ide konstruktif lainnya.. jadi nanti bisa menambahkan ide lainnya=D

Jadi, maukah bapak dan ibu memutuskan untuk menjadi seorang anomali dalam kebaikan? saya pikir pak,bu.. rakyat kini tengah menanti gebrakan nyata bapak dan ibu sekalian.. sesuatu yang berbeda! maka jangan ragu untuk menjadi "anomali" dalam kebaikan! Inilah sebabnya kini kata "perubahan" menjadi begitu dirindukan di seluruh belahan dunia.. karena perubahan itu dimulai dari sesuatu yang baru, sesuatu yang tampak aneh justru karena belum pernah dilakukan!=D

Quote of The Day :

"Mantapkanlah diri untuk mengakui kealfaan diri saat kritikan tajam datang menyapa.. terasa berat,namun sesungguhnya meringankan!"

Label Cloud


 

Design by Blogger Buster | Distributed by Blogging Tips