Tuesday, November 16, 2010

Berbagi Makna Idul Adha

Malam Takbiran dan Kebebasan

Sangat berbeda dengan pengalaman yang biasa terjadi di tanah air, saya melewati malam takbiran Idul Adha tahun ini di dalam ruang baca Bibliothek (baca: Perpustakaan) kampus Uni Erfurt. Saya terduduk seorang diri di sana hingga pukul sembilan malam lebih lima puluh lima menit, ditemani laptop tua saya & sebuah buku bertajuk “Freedom” karya Nigel Warburton.

Terdiam mendengarkan celoteh beberapa tokoh semisal John Locke, John Stuart Mill dan Isaiah Berlin mengemukakan argumen mereka tentang makna sebuah kebebasan. Mill dan Berlin, tidak ada satu pun di antara mereka yang berhenti sejenak tuk mengucapkan selamat hari Raya Idul Adha yang akan tiba keesokan hari.

Hanya Locke seorang yang di penghujung malam, sempat berpesan:

"Without genuine belief, prayers and religious ceremonies are just empty words and insincere action..".

Saya pun mengangguk, diiringi alunan nada yang memecah hening malam diikuti rangkaian kalimat, “Perpustakaan akan tutup dalam waktu sepuluh menit”. Hmm.. waktunya berkemas pulang=D

Di perjalanan pulang menuju rumah, sembari mengatasi dinginnya malam musim dingin, pikiran saya pun melayang memaknai arti sebuah kebebasan. Sudahkah saya benar-benar memiliki kebebasan?

Malam ini misalnya.. Apakah desakan membaca buku sebagai sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi seorang mahasiswa, yang (mungkin) tidak sepenuhnya merupakan cara yang afdhal (baca: utama) untuk melewati malam takbiran termasuk kategori “mengekang kebebasan” saya (sebagai seorang muslim)? Atau beberapa mahasiswa muslim yang esok pagi memiliki jadwal mata kuliah yang berbenturan dengan waktu pelaksanaan ibadah shalat Idul Adha di masjid terdekat termasuk yang tidak memiliki kebebasan?

Hmm.. Dalam hal ini nampaknya saya lebih cenderung melihat dari sudut pandang Berlin dalam “Two Concept of Liberty” mengenai apa yang dikatakannya sebagai “Positive Freedom”. Berbeda dengan konsep “Negative Freedom” yang selalu menekankan tentang ‘Freedom from interference ’ (kebebasan dari segala bentuk intervensi pihak lain) an sich, konsep ‘kebebasan positif’ lebih melibatkan penilaian rasional akal; memprioritaskan aktivitas yang lebih berfaedah di atas aktivitas yang (kita nilai) lebih kurang tak berfaedah.

Pilihan saya untuk menghabiskan ‘malam takbiran’ di perpustakaan kampus, merupakan pilihan rasional saya, yang saya nilai lebih baik daripada pilihan aktivitas lain yang tersedia semisal: terpaku di depan Facebook selama sekian jam, pergi bersosialisasi ke pub-pub malam, atau bahkan yang lebih parah lagi: melamun memikirkan kapan saya bisa merasakan kiriman ketupat, opor dan rendang dari tanah air untuk panganan esok hari=b Bagaimana pun situasinya, pilihan tetap ada di tangan saya. Inilah kebebasan yang saya pahami.. Tidak kurang dan tidak lebih. Dan saya pun terlelap dalam damai..

Makna Idul Adha

Idul Adha di Jerman tahun ini, berdasarkan informasi dari persatuan ulama muslim Jerman, KRW (Koordinationrat der Muslime) di Köln, jatuh pada hari selasa, 16 November 2010. Usai pelaksanaan ibadah Shalat Jumat pekan yang lalu, Imam masjid Erfurt pun sudah menginformasikan bahwa Shalat Idul Adha insya Allah akan dilaksanakan pada hari selasa pukul 08.00 CET.

Pada hari yang ditentukan, saya bersama dengan beberapa orang kawan muslim asal Pakistan, Bangladesh, Tajikistan dan seorang muslimah asal Indonesia terlebih dahulu bertemu di lobi asrama mahasiswa pada pukul 07.15 CET, untuk kemudian bersama-sama berangkat menuju masjid. Setelah menunggu selama lebih kurang 15 menit, akhirnya kami pun mulai melangkah.

Seperti hari biasa pada umumnya, di sepanjang jalan yang dilewati Tram, tidak ada satu pun umbul-umbul ucapan selamat hari Raya Idul Adha dari pemda setempat, juga tidak ada poster maupun spanduk berbagai lembaga & panitia pengelola hewan Qurban yang biasa meramaikan berbagai ruas jalan ibukota.

Sesampainya kami di pintu masjid, angka di jam tangan saya telah menunjukkan pukul 08.00 CET. Alhamdulillah, kami beruntung karena ibadah shalat Ied belum dimulai. Di dalam ruangan tsb, sudah hadir lebih kurang empat puluh hingga lima puluh jamaah laki-laki dari berbagai usia dan berbagai warna kulit. Para Muslimah memiliki ruangan tersendiri. Salah seorang di antara pengurus masjid memegang mic, mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid.. diikuti oleh seluruh jamaah yang hadir. Persis seperti di tanah air, meskipun dengan alunan nada yang sedikit berbeda=D

Shalat Ied pun dimulai. Rakaat pertama tujuh kali takbir, dan rakaat kedua lima kali takbir. Setelah shalat usai, imam pun menyampaikan khutbahnya dalam bahasa Jerman dengan sesekali beralih ke bahasa Turki. Sepenggal khutbah beliau adalah,

“Makna Idul Adha adalah untuk mendekatkan kita satu sama lain.. saling mengetahui bagaimana kabar sesama. Pada hari ini, kita mengundang kerabat dan kawan, yang dalam keseharian dekat maupun tidak terlalu dekat, untuk hadir ke rumah kita.. kita sajikan makanan dan minuman sekedarnya. Inilah bagian dari makna Idul Adha”.

Dilanjutkan dengan sesi ramah tamah, para jamaah saling berpelukan & bersalaman dengan hangat, tersenyum sembari mengucap “Happy Ied Mubarak, Bruder”=D Cukup lama saya peluk tubuh Imam yang besar, sembari mengaminkan doa yang beliau bisikkan pelan ke telinga.. “Barakallahulii wa lakum, ya ustadz”, jawab saya singkat. Di luar ruangan shalat, berbagai panganan kue dan minuman ringan plus teh hangat telah tersedia. Momen ini saya manfaatkan untuk bersilaturahim & berkenalan dengan beberapa mahasiswa muslim tahun kedua, yang tengah menempuh studi di tempat yang sama.

Sayangnya saya tidak sempat bertanya mengenai bagaimana tradisi pemotongan hewan qurban di kalangan muslim Jerman. Yang jelas, saya tidak melihat lubang-lubang yang biasa dibuat di sekitar masjid di Indonesia untuk pemotongan hewan Qurban. Tapi pekan yang lalu, saya sempat mendengar bahwa pengurus masjid bersedia menerima sumbangan uang untuk membeli hewan Qurban dari para jamaah dan menyalurkannya kepada yang membutuhkan.

Opor Ayam “Alhamdulillah”

Pada peringatan Idul Adha tahun ini, saya cukup beruntung karena mendapatkan undangan makan siang dari seorang kawan asal Indonesia untuk mencicipi berbagai masakan khas Indonesia semisal Rendang, Gulai dan Opor. Ia juga turut mengundang beberapa kawan mahasiswa non muslim yang kebetulan studi di tempat yang sama untuk turut mencicipi racikan bumbu Indonesia.

Namun, sayangnya pada jam yang ditentukan saya tidak dapat turut hadir. Seorang kawan mendadak membutuhkan pertolongan. Tak sanggup saya menolak. Mencoba sedikit berempati, di tempat yang sangat jauh dari sanak keluarga, siapakah yang dapat membantu kita di tengah kesulitan selain seorang teman bukan?

Saya pun mengestimasi, mungkin 30 menit cukup untuk membantu kawan tsb hingga tuntas sehingga bisa segera bergabung menikmati santapan istimewa hari raya=D Waktu pun bergulir, satu jam.. dua jam.. hingga akhirnya, alhamdulillah, terselesaikanlah permasalahan kawan tsb. Namun, sayang beribu sayang, sekira setengah jam yang lalu, sang empunya acara menginformasikan bahwa panganan sudah habis!=b Diiringi derai rintik air hujan yang seolah mencoba berempati, saya berjalan menahan lapar menuju rumah.. Tepat ketika saya memegang gagang pintu menuju lobi, hp saya pun berdering dan suara di ujung sana bersahut, “Za, ternyata masih ada sisa opor dan nasi!”. Alhamdulillah.. Kalau udah rezeki emang ga akan kemana=D AHA, Inilah makna Idul Adha..

Happy Ied Mubarak, my Friends!

Sunday, August 29, 2010

ANOTHER RAMADHAN STORY

"Sampai seseorang memiliki komitmen selalu akan ada keraguan, kemungkinan untuk mundur, ketidakefektifan. Ketika seseorang sudah berkomitmen kepada dirinya sendiri, takdir baik akan mengikutinya. Berbagai hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya akan muncul dengan sendirinya untuk membantu. Berbagai peristiwa akan muncul dari keputusan yang dibuat untuk mendukung orang tersebut dalam bentuk aneka kebetulan, pertemuan, dan bantuan materi yang tak terduga. Hal-hal yang tak terimpikan sebelumnya, akan muncul ke hadapannya begitu saja!” – Goethe

Mungkin ini adalah cerita seputar Ramadhan kesekian yang pernah kawan-kawan temukan di Ramadhan tahun 2010 ini. Namun saya berharap masih ada sedikit ruang yang tersisa untuk meluangkan waktu dan menikmati sharing pengalaman Ramadhan saya di tanah air sang Goethe=D

Sengaja saya membuka tulisan ini dengan rangkaian kata seorang yang sangat dihormati di negerinya. Kemana pun ia pergi, di sanalah dibuatkan prasasti dan museum sebagai pengingat bahwa ia pernah hidup sekali waktu di kala itu. Kini saya paham mengapa.. karena ia telah melalui sebuah jalan yang istimewa, penuh dengan “... aneka kebetulan, pertemuan, dan bantuan materi yang tak terduga..”, yang mungkin tidak dialami oleh kebanyakan orang.

Saya sepakat bahwa aneka kebetulan yang luar biasa ini dimulai dengan sebuah komitmen. Komitmen inilah yang secara kebetulan (lagi-lagi kebetulan=D) memungkinkan saya untuk terbang dan memperoleh sensasi pengalaman Ramadhan pertama saya di negeri Jerman. Meskipun sebagian kawan saya menyebutnya dengan istilah yang sedikit berbeda: “Keras kepala”=b Mungkin komitmen yang saya miliki masih jauh dari kadar komitmen Goethe saat itu, namun setidaknya saya merasakan betul bahwa kutipan inilah yang paling logis untuk menjelaskan keajaiban yang tengah saya alami saat ini=D Dan kini saya percaya bahwa keberuntungan tidak hanya datang sesekali.. bahkan berkali-kali! Begitu banyaknya hingga saya pun terkadang ragu untuk menyebutnya sebagai “keberuntungan”. Bukankah keberuntungan hanya datang sesekali?

Menjaga Komitmen

Serupa dengan komitmen, begitu pulalah kita memulai rangkaian ibadah puasa kita dengan sebuah niat. Sebuah niat yang baik tentu harus berlaku di mana pun kita berada. Bukan hanya ketika kita berada di lingkungan yang mayoritas, namun juga minoritas. Kalau saya boleh beropini, memang jauh “lebih mudah” untuk melaksanakan ibadah puasa di Indonesia daripada di Jerman. Mengapa? Ada beberapa fakta yang mendasari opini saya tsb=D

Yang pertama, dari segi durasi atau lamanya waktu berpuasa, kaum muslimin di sini tahun ini berpuasa lebih lama 3 jam dibandingkan di Indonesia. Pada hari-hari awal Ramadhan, kami mulai berpuasa sekira pukul 4 di pagi hari dan berbuka pada pukul 9 malam. Tentu lebih “menantang”, bukan?=D Entah mengapa, baru di sini saya mengalami sensasi “perut berbunyi”=b Bunyinya krg lebih begini: “Krutuk krutuk krutuk.. nguk nguk..” (baca: bunyi “nguk nguk” di akhir sptnya mrpkn efek resonansi dr yg irama pertama=b hehe..)

Kedua, terkait dengan “godaan” di kala berpuasa. Di sini adalah sangat lumrah bila ada sepasang muda-mudi slg bermesraan, beradu bibir di depan umum, termasuk di dalam bis. Bahkan sekalipun bila di sebelah pasangan muda-mudi tsb berdiri, terdapat seorang anak kecil di bawah umur! (baca: terkadang saya dan beberapa kawan asal Aceh mencoba mengingatkan mereka dengan sindiran terbuka smacam ini: “Ehem.. maaf mbak, mas kami ini sedang berpuasa!”. Tapi entah mgkn karena roaming bahasa, mrk pun ttp tidak tergugah=b hehe..)

Begitu pula ketika kita memasuki toko buku. Di sebagian toko buku di Jerman, terkadang dipajang secara terbuka berbagai kalender dan majalah dengan model tanpa busana.. pria maupun wanita! tp alhmd di kota Marburg tempat saya tinggal, tidak ditemukan hal yg demikian=D

Mengenai bab ini, suatu kali karena terdorong rasa penasaran, maka saya memberanikan diri untuk bertanya kepada guru kami, seorang perempuan muda berkebangsaan jerman. Saya bertanya kepadanya, “Mengapa kalender tanpa busana tsb dipajang scr terbuka tanpa sensor di sebuah toko buku yg ramai dikunjungi, termasuk oleh banyak anak-anak kecil?Ini adalah sesuatu yang aneh bagi kami orang-orang Asia.. Dapatkah anda membayangkan, bila seseorang berniat membeli “produk” tsb dan melakukan pembayaran di kasir sementara di sebelahnya berdiri seorang anak kecil?”. Jawaban beliau cukup sederhana: “Karena hal tsb adalah sesuatu yang dianggap umum & wajar.. Dan kami tidak pernah mempermasalahkan hal tsb”. That’s all. So, Herzlich willkommen in Deutschland=D

Selain itu, tentu saja hampir seluruh orang di sekitar saya makan dan minum ketika kami tengah berpuasa.. karena ini bukan negeri yg mayoritasnya muslim, maka sebagian besar warganya makan dan minum=D tidak ada lantunan azan ketika waktu shalat tiba, tidak ada ceramah pengantar berbuka, tidak ada berbagai program khas Ramadhan seperti di “kampung halaman” kita, juga tidak ada panganan ta’jil semisal kolak, es timun suri, es belewah, dsb.. Hanya kurma yang tersedia di beberapa supermarket tertentu. Tapi alhmd, saya berhasil melepaskan kerinduan saya thd kolak ketika kemarin berkesempatan untuk berbuka puasa di KJRI Frankfurt=D hehe..

Menikmati Sekian Banyak Kebetulan

Di hari-hari awal, saya menemukan kesulitan untuk menemukan panganan halal selain Kebab berukuran besar dan sejenisnya yang banyak tersedia di toko-toko kebab milik orang Turki. Namun, seiring dengan berjalannya waktu,dilandasi oleh faktor “penghematan” (mengingat harga satu porsi Kebab “sangat mengkhawatirkan”=b) & keinginan untuk mencari “alternatif makanan halal” (baca: mencegah gejala perubahan wajah menjadi mirip Kebab akibat kebanyakan mengkonsumsi Kebab=b), maka saya pun menemukan kebetulan yang pertama=D

Kebetulan, di sebuah supermarket terdekat bernama Aldi dijual produk ayam berlabel halal (perlu dicatat bhw produk halal tidak tersedia di setiap daerah di Jerman, biasanya hanya tersedia di kota-kota besar) plus produk beras yg dijual dalam kemasan kotak berisi kantong-kantong beras berukuran 4 x 125 gram/kotak.

Kebetulan lainnya datang seiring dengan ditemukannya beberapa Toko Asia yg menjual berbagai bumbu instan, sambal ulek, dan berbagai barang-barang khas Asia. Meskipun tentu saja barang-barang yang dijual di toko tsb relatif agak mahal. Dengan seluruh bahan yang tersedia, tiba-tiba mendadak saya bisa memasak!=D

Khusus untuk bulan Ramadhan, organisasi muslim setempat kebetulan membuka sebuah acara buka puasa bersama selama tiga hari berturut-turut. Acara ini dihadiri oleh banyak orang, termasuk warga Marburg non muslim. Dibuka pula sebuah stand khusus yang menjual buku-buku Islam dan Al-Quran yang seluruhnya berbahasa jerman. Di stand ini pula, tersedia semacam pelayanan bagi warga non muslim yang ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam.

Meskipun termasuk kota kecil yang hanya memiliki satu buah masjid (lbh tepatnya: “sebuah rumah dgn kmr yg disulap mjd tempat shalat”), namun komunitas muslim di sini menurut saya sangat baik. Mereka memiliki hubungan yang baik dengan walikota setempat. Saat ini bahkan mereka berencana untuk membangun sebuah masjid atau semacam Islamic Center yang lebih besar di pusat kota.

Masjid yang ada saat ini terletak agak ke pinggir kota. Tentu saja cukup sulit ditemukan oleh orang asing yang baru saja beberapa waktu tiba di kota ini. Tapi alhamdulillah, kebetulan tiga orang kawan sekelas saya di tempat kursus asal Chechna seluruhnya muslim. Dan kebetulan mereka telah tinggal di Marburg selama lebih kurang 8 bulan, sehingga merekalah yang menunjukkan kepada saya dan kawan-kawan di mana letak masjid.

Saya dan kawan-kawan biasa mengunjungi masjid ini untuk melaksanakan shalat Jumat dan shalat tarawih ketika akhir pekan. Masjid ini dikelola oleh orang Arab. Sehingga khutbah jumat disampaikan full dalam bahasa Arab, dengan ringkasan dalam bahasa Jerman pada jeda di antara dua khutbah. Di dalam masjid ini kami berinteraksi dengan muslim dari berbagai negara termasuk Turki, Pakistan, Yaman, Somalia, Chechnya, Khirgistan, Afghanistan, dsb.

Salah satu kegiatan favorit kami di akhir pekan pada bulan Ramadhan adalah “berbuka puasa di masjid”. Alasannya sederhana saja: karena “seluruhnya gratis!”=b hehe.. Menu yang ditawarkan biasanya khas Arab, dengan hidangan utama berupa semacam nasi briyani, sayur dan daging (ayam/sapi).

Setelah berbuka, dilanjutkan dengan shalat Isya dan Tarawih. Tarawih di sini sama spt di Indonesia, berjumlah 8 rakaat plus Witir 3 rakaat. Salah satu hal yang menjadi tantangan kami pasca shalat tarawih adalah udara malam yang sangat dingin dan bis yang datang sekira satu jam sekali pada halte tertentu=D Untuk mencapai tempat tinggal, biasanya kami harus berjalan kaki antara 10-15 menit menuju halte terdekat, menunggu bus datang selama 15-20 menit, dan kemudian melanjutkan perjalanan selama lebih kurang dua puluh menit. Biasanya kami baru dapat tiba di kamar sekira pukul ½ 1 pagi=D

Seorang Kawan Baru

Saya cukup beruntung karena di lantai saya tinggal, terdapat tiga orang muslim lainnya; dua asal aceh dan satu asal Afghanistan. Yang terakhir inilah yang seringkali membuat waktu-waktu sahur dan berbuka kami di dapur terasa lebih menyenangkan. Di negeri asalnya, tampaknya beliau adalah orang yang sangat dikenal luas. Bagaimana tidak, ia muncul di televisi nasional setidaknya lima kali dalam sehari!

Kebetulan, jurusan Kimia tempat ia mengajar di Afghanistan tengah melakukan promosi besar-besaran mengenai kampus mereka terutama laboratorium yang mereka miliki. Sebagai seorang yg memperoleh gelar master dari Inggris, ia mendapatkan kepercayaan untuk menjadi kepala lab di sana. Saat ini di Jerman, beliau berencana untuk mengambil Doktor. Selain sebagai dosen, beliau juga dipercaya oleh pamannya untuk menjadi semacam supervisor jarak jauh sebuah perusahaan besar di Afghan dengan 1300 tenaga kerja!

Meskipun cukup disegani di negaranya, beliau di mata kami adalah seorang kawan yang rendah hati,baik dan humoris. Dengan bahasa inggris seadanya, kami berinteraksi dan bertukar cerita. Tentang apa pun yang terlintas.. Tentang keseharian kami, kultur kedua negara, politik, sejarah,dsb. Begitu banyak hal baru yang saya peroleh darinya=D Termasuk di antaranya tips menikmati Yoghurt (yang menurut kami agak aneh=b) dengan menambahkan bawang putih, bawang merah, dan sedikit jeruk nipis. Tidak jarang kami pun menawarkannya beberapa jenis makanan Indonesia hasil “ramuan” kami. Perlu diketahui bahwa menjelang waktu berbuka, maka area dapur berada dalam genggaman kekuasaan kami para lelaki=D hehe.. Terkadang beberapa orang penghuni lainnya, termasuk orang jerman yang tinggal satu lantai dengan kami bergabung untuk turut mencicipi hidangan utama, ataupun sekedar untuk mengambil buah/kurma.

Puasa bukanlah Hambatan

Aktivitas favorit lain di akhir pekan adalah melakukan perjalanan keliling jerman. Kebetulan ada sebuah tiket khusus yang ditawarkan hanya pada akhir pekan seharga 37 Euro yang dapat digunakan untuk melakukan perjalanan ke seluruh jerman. Tiket ini berlaku satu hari penuh hingga pukul tiga pagi keesokan harinya dan dapat dipakai bersama-sama hingga max 5 orang. Dan puasa tentu saja tidak menghalangi hobi baru kami yang satu ini=b Biasanya kami melakukan perjalanan seharian penuh, non stop! Berangkat dari asrama sekira pukul ½ 7 pagi untuk mengejar kereta pukul ½ 8. Dalam satu hari, kami bisa mengunjungi hingga maksimal tiga kota. Jarak antara satu kota ke kota lainnya pun bervariasi; antara 2 jam hingga 3 jam perjalanan. Untuk pulang, biasanya kami menumpang kereta paling akhir yang sampai di stasiun Marburg. Lumrahnya kami sampai di Marburg sekira pukul 12 dini hari=b Orang jerman akan tergeleng-geleng melihat cara kami mengatur perjalanan kami.. hehe..

Namun, sayangnya tidak setiap muslim yang saya kenal menjalankan puasa. Alasannya pun beragam. Namun, saya biasanya tidak ambil pusing dengan hal tsb. Di sini, di sebuah tempat yang sangat jauh dari rumah, saya telah memutuskan untuk tetap berkomitmen. Karena dengan komitmen inilah (insya Allah) berbagai takdir baik kan mengikuti.. Mohon doa, agar kami senantiasa istiqomah=D

“Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya...” QS.65:3



Sunday, August 08, 2010

Kabar dari Marburg













Saya ingin berbagi tentang apa saja yang saya rasakan tentang lingkungan baru yang saya peroleh tepat ketika saya menjejakkan kaki di bumi Allah Deutschland ini. Tentu saja begitu banyak pengalaman baru, orang-orang baru dan terutama budaya baru. Yang terakhir ini meliputi banyak hal! Mulai dari gaya hidup, cara makan, perilaku orang-orang di sekitar, dan lain sebagainya.


Perjalanan ke Thueringen

Hari ini tepat satu minggu sejak saya melangkahkan kaki keluar dari bandara internasional Frankfurt. Dan di hari yang bisa dibilang masih terhitung jari ini, kami kemarin melakukan sebuah perjalanan yang bisa dibilang merupakan perjalanan yang “tidak biasa” sekaligus “menantang”. Bagaimana “tidak biasa”, kami baru saja beberapa hari sampai, kemudian kami langsung mengadakan sebuah perjalanan jauh sepanjang 4,5 jam perjalanan (pulang pergi: 9 jam) dengan menggunakan kereta api menuju Thueringen, khususnya Erfurt (ibukota negara bagian Thueringen, tempat saya akan melanjutkan studi) dan Weimar (salah satu kota seni terkemuka di dunia yang sangat indah).

“Menantang” karena inilah momen pertama kami melakukan perjalanan ke negara bagian yang lain tanpa ditemani oleh seseorang yang sudah memiliki perjalanan sebelumnya. Seluruhnya betul-betul dimulai dari “nol”=D

Inilah momen bagi saya dan empat kawan lainnya utk belajar dan mengalami berbagai macam hal baru. Mulai dari hal yang sangat teknis seperti bagaimana cara membeli tiket dari sebuah mesin penjual tiket dan merancang perjalanan (untuk sampai di Erfurt, kami harus turun di 3 Bahnhof/Stasiun Kereta Api yang berbeda, di mana jeda antara kereta yang kami tumpangi dengan kereta yang akan membawa kami ke stasiun berikutnya hanya selisih sekira 30 menit!); hingga hal yang bersifat praktis semisal bagaimana mengelola self confidence dan melafalkan bahasa jerman dengan tepat untuk bertanya kepada orang asing bila kami mengalami kebingungan (tentu saja “auf Deutsch”=D ) dan menemukan tempat makanan halal di sekitar Bahnhof bila perut kami mulai terasa lapar. Kami menggunakan sebuah tiket murah yang dinamakan “Wochenende Ticket” seharga 37 Euro yang dapat dipakai oleh maksimal 5 orang untuk melakukan perjalanan di akhir pekan ke seluruh negara bagian di jerman. Tiket ini berlaku selama satu hari penuh hingga jam3 dini hari di hari berikutnya.

Karena suara yang berasal dari pengeras suara di dalam kereta terdengar seperti orang kumur-kumur=b, kemarin kami sempat salah turun saat sedang menuju salah satu stasiun transit, maka kami pun harus berlari mengejar kereta berikutnya menuju stasiun yang seharusnya kami tuju. Alhamdulillah masih terkejar=D Di sini kereta terkadang mengalami Verspaetung/keterlambatan sekitar 3-10 menit. Namun, pada umumnya kereta tiba tepat waktu.

Kami berangkat dari asrama pada pukul 7 pagi menuju Hauptbahnhof (Stasiun Utama) Marburg. Kereta pun mulai melaju meninggalkan Marburg tepat pada pukul 08.21. Kami sampai di Erfurt Hauptbahnhoff sekira pukul 13 siang. Di sana telah menunggu beberapa kawan asal Aceh yang juga menerima beasiswa DAAD pada tahun yang lalu dan tengah melakukan studi master/doktor di negara bagian Thueringen.

Kami mengadakan perjalanan keliling kota Erfurt dan Weimar selama lebih kurang 6 jam (waktu yg tersedia nampaknya terlalu singkat untuk melakukan perjalanan ke seluruh kota=b). Setelah makan siang di kedai milik orang arab terdekat dan mencicipi nasi dan ayam pertama di jerman, kami melakukan perjalanan ke Nordhaeuser Strasse dengan menggunakan Strasse-Bahn (trem). Di jalan inilah Willy Brandt School of Public Policy, Universitaet Erfurt berada=D Setelah melihat salah satu Kaufszentrum/pusat perbelanjaan terdekat, maka kami pun melanjutkan perjalanan ke kota berikutnya: Weimar. Weimar berada di negara bagian yang sama dan dapat ditempuh dengan menggunakan kereta selama lebih kurang 15 menit. Keluar dari Weimar Hauptbhanhoff, kami langsung disuguhkan dengan bangunan yang indah, yang biasanya kami lihat di buku-buku pelajaran bahasa Jerman kami dahulu di Goethe Institut, Jakarta. Setelah lebih kurang berkeliling Weimar dengan berjalan kaki selama lebih kurang 1 jam, maka kami pun bergegas menuju stasiun untuk mengejar kereta yang akan membawa kami pulang menuju kota Marburg. Kami pun akhirnya tiba di Marburg Hauptbahnhof sekira pukul 12 malam. Terlampau banyak hal yang bisa diceritakan di Erfurt dan Weimar.. Mungkin foto-foto akan dapat menjelaskan lebih banyak hal=b hehe.. Meskipun sangat kelelahan, namun kami sangat menikmati perjalanan panjang kami hari itu yang sangat padat, efektif dan efisien=D

BUDAYA MANDIRI

Segala sesuatu di sini harus dilakukan secara mandiri: “Alles sind selbst-verantwortlich sein”. Misalnya ketika berada di dalam sebuah restoran.. Setelah selesai makan, maka kami harus membawa dan meletakkan piring kami di tempat piring kotor (tidak dibiarkan berada di atas meja dan menunggu pelayan mengangkatnya spt di Indonesia).

Selain itu, botol/kaleng bekas minuman ringan tidak boleh sembarangan dimasukkan ke dalam tong sampah. Di sini tiap jenis sampah memiliki tong sampahnya masing-masing. Jadi harus betul-betul cermat, bahkan untuk sekedar membuang sampah=D Perilaku membuang sampah seperti ini merupakan sebuah perilaku yang sangat mendasar bagi Deutschen (orang Jerman). Bahkan dalam sebuah kesempatan, seorang berkebangsaan jerman yang merupakan salah satu pegawai di tempat kursus kami (S+W Deutschkurs Unternehmen) pernah menyampaikan sebuah guyonan bahwa hal lain yang wajib dipahami oleh seorang yang lahir di Jerman selain “bagaimana cara untuk membuat dan memiliki sebuah KTP Jerman” adalah mengenai “bagaimana cara memilah dan memasukkan sisa sampah ke dalam tong sampah yang tepat”=D

Di Supermarket tertentu terdapat sebuah mesin yang berfungsi sebagai tempat untuk mengolah botol plastik/kaca yang dapat didaur ulang. Setiap botol yang kita masukkan ke dalamnya dihargai sebesar 50 Sen yang dapat digunakan untuk mengurangi total belanja kita saat melakukan pembayaran di kasir. Selain itu, orang-orang disini terbiasa membawa sebuah kantong plastik untuk membawa barang belanja mereka. Karena supermarket tidak menyediakan plastik setiap kali kita berbelanja. Di kasir memang terdapat beberapa jenis kantong plastik, namun untuk memperolehnya kita diharuskan membayar sekitar 50 sen hingga 1 Euro sekian. Sebagai pendatang baru a.k.a orang asing, tentu saja saya dan kawan-kawan di sini harus belajar memperhatikan berbagai aturan tsb dengan baik.

AKTIVITAS KEAGAMAAN

Mengenai pengalaman yang berkaitan dengan aktivitas keagamaan seperti shalat tentu sangat berbeda dibandingkan dengan di Indonesia. Di kampung halaman kita tercinta, banyak tersedia masjid yang senantiasa melantunkan azan setiap azan tiba. Sejauh yang saya ketahui, di kota Marburg ini (yg mungkin hanya sebesar Jatinangor=D), hanya terdapat dua buah masjid. Satu adalah masjid miliki orang-orang Arab dan sisanya adalah masjid milik jamaah Ahmadiyah. Alhamdulillah pada hari jumat yang lalu, saya dapat menunaikan ibadah Shalat Jumat di masjid Umar Ibnul Khattab yang dikelola oleh orang-orang Arab. Kebetulan kami memiliki tiga orang teman muslim yang berasal dari Chechnya (negara pecahan uni soviet). Merekalah yang mengantarkan kami menuju masjid tsb. Masjid tempat kami shalat, merupakan sebuah bangunan biasa (spt sebuah rumah pada umumnya) yang dinding luarnya tampak didominasi oleh bata dan tidak terdapat kubah di atasnya. Kawan baru saya mengatakan bahwa bangunan ini terdiri dari 3 lantai. Lantai dasar (Erdgeschoss) adalah tempat yang digunakan sbg tempat wudhu, lantai pertama adalah tempat bagi jamaah laki-laki, dan lantai teratas diperuntukkan untuk kaum wanita.

Pada hari jumat tsb, kaum muslimin dengan berbagai warna kulit berkumpul utk bersama-sama melaksanakan shalat jumat. Karena didominasi oleh orang-orang Arab, maka khutbah jumat yang disampaikan full dalam bahasa Arab (disarikan sedikit dlm bahasa Jerman pada jeda antara khutbah pertama dan kedua). Alhamdulillah, bekal bahasa Arab tingkat dasar yang diajarkan semasa di Madrasah Ibtidaiyah (SD) & Tsanawiyah (SMP) dulu masih membekas dan berhasil membantu saya utk ikut “manggut-manggut” mendengarkan sepenggal kata yang diucapkan khatib bersama dengan beberapa orang Arab yang tidak tertidur selama khutbah berlangsung=b hehe..

Waktu shalat yang berlaku di sini pun juga sangat berbeda. Subuh dimulai sekira pukul 4 pagi, Zuhur sekira pukul 13.30, Ashar sekira pukul 17.20, Maghrib sekira pukul 20.30, dan Isya sekira pukul 22.30. Hal ini tentu merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi saya. Terutama pada waktu Zuhur & Ashar. Karena di kedua waktu ini biasanya saya masih melakukan kegiatan di tempat kursus dan sampai saat ini sangat sulit untuk menemukan tempat untuk melakukan shalat. Tempat shalat selain masjid yang baru saya temukan di kota Marburg terdapat di lantai dua sebuah kedai turki. Namun, tidak enak bila saya menggunakan tempat tsb tanpa membeli makanan/minuman di tempat tsb.


TANTANGAN UNTUK DIATASI

Selain kondisi yang berkaitan dengan rutinitas keagamaan, situasi yang menurut saya memerlukan “upaya lebih” untuk diatasi adalah yang berkaitan dengan makanan dan (maaf) WC.

Hal yang pertama, tentu saja berkaitan dengan tantangan untuk menemukan makanan halal untuk dimakan. Hari-hari belakangan ini makanan yang terus-menerus kami kunyah adalah “Kebab”=D Selain kebab berukuran sangat besar seharga 3,5 Euro yang tersedia di kedai milik orang Turki di beberapa sudut kota, terdapat pula beberapa jenis Roti semisal roti keju, strawbery,coklat,dsb yang juga tersedia dibanyak Baeckerei/Toko Roti. Di kota Marburg memang tersedia banyak pilihan restoran, termasuk McD. Namun, tentu saja tidak eligible utk dimakan oleh saya yang beragama Islam. Adapun pilihan lainnya adalah Mensa/Kantin Mahasiswa. Dari senin hingga jumat, Mensa biasanya menyediakan lebih kurang empat jenis paket makanan yang salah satunya merupakan makanan bagi Vegetarian. Makanan bagi vegetarian inilah yang merupakan satu-satunya pilihan=D Sekira tiga hari yang lalu, saya pun penasaran untuk melangkahkan kaki ke Mensa, dan menemukan bahwa satu-satunya menu yang dapat saya makan terdiri dari paprika (yang diramu sedemikian rupa sehingga terasa spt kentang berisi daging), salad, kacang polong dan segelas susu=D Pilihan terakhir yang menurut saya cukup bijak adalah “masak sendiri”! Untuk mendapatkan beras, kita harus menemukan sebuah toko Asia yang menjual berbagai bumbu dan bahan-bahan makanan Asia. Namun, selain agak mahal, biasanya juga jarang terdapat daging yang berlabel halal. Oh ya, di berbagai restoran kita tidak akan menemukan “saos sambal” yang dapat dengan mudah kita temukan di restoran-restoran di Indonesia. Inilah tantangan kami terutama menjelang Puasa Ramadhan yang insya Allah akan mulai dilaksanakan pada hari Rabu esok=D

Nah, satu hal lain adalah yang berkaitan dengan urusan “buang air”. Toilet tempat buang air yang tersedia di sini tidak menyediakan air dan hanya menyediakan Tissue! Untuk mengatasi hal ini, tentu memerlukan upaya-upaya yang cerdik=b selain itu, tidak seperti di Indonesia, di sini sangat sulit untuk menemukan Toilet di tempat-tempat keramaian. Kalaupun ada, mungkin hanya orang-orang yang sudah mengenal daerah tsb yg mampu menemukannya=b karena jarang sekali terlihat tanda yang menunjukkan ke mana arah Toilet. Selain itu, biasanya kita diharuskan untuk membayar sekira 50 sen hingga 1 Euro untuk menggunakan jasa toilet tsb. Inilah salah satu pengalaman “buang air” termahal di dunia=b hehe..

KOTA MARBURG

Selain berbagai tantangan yang perlu diatasi, saya menemukan bahwa kota Marburg, tempat saya tinggal dua bulan ke depan, merupakan kota yang sangat indah. Dikelilingi oleh bukit-bukit hijau yang asri dan cuaca yang cukup bersahabat (cuaca pada dini hari/malam hari sekitar 16 derajat celcius dan siang hari saat matahari bersinar: 23-24 derajat celcius. Smg berlanjut hingga 2 bulan ke depan=D). Kota ini dapat dicapai dengan jalan darat sekira 1 jam perjalanan dari Frankfurt International Airport. Orang-orang di sini cukup hangat dan welcome. Meskipun tergolong kota kecil di jerman yang dihuni lebih kurang 30.000 penduduk, kita dapat dengan mudah menemukan berbagai hal yang kita perlukan di kota ini. Termasuk bioskop, kedai, supermarket, restoran & kafe, berbagai toko perlengkapan,dsb.

Tempat saya tinggal adalah sebuah asrama mahasiswa yang terletak di “gunung”. Alhamdulillah, saya mendapatkan sebuah kamar yang bisa dikatakan cukup besar yang sudah siap ditempati. Adapun wc dan kamar mandi, serta dapur tersedia di luar untuk digunakan bersama. Di dapur tersedia kulkas, freezer, oven, kompor listrik dan microwave yang dapat diakses kapan pun. Di dapur inilah biasanya saya berinteraksi dengan pelajar dari berbagai bangsa=D Selain itu, tersedia juga mesin cuci dan mesin pengering pakaian di lantai bawah, yang dapat digunakan dengan memasukkan koin sebanyak 1,50 Euro utk mesin cuci dan sekira 50 sen hingga 1,70 Euro utk mesin pengering. Satu-satunya kekurangan adalah di dalam kamar tidak tersedia koneksi internet. Hal ini merupakan sebuah hal yang kurang lazim bagi asrama mahasiswa di Jerman. Namun, di halte bus terdapat free wifi.

Sebagai sarana transportasi, tersedia sebuah halte bus yang terletak sangat dekat dengan asrama. Untuk mencapai kota, saya memerlukan lebih kurang 30 menit dengan bus. Bus yang tersedia beroperasi dari sekira pukul 6 pagi hingga 12 malam. Bus di sini memiliki jadwal tertentu dan sangat tepat waktu. Kita dapat menemukan jadwal tsb ditempel di sebuah papan pengumuman di tiap halte. Untuk lebih hemat, saya membeli sebuah kartu bis bulanan. Di dalam bus, memang jarang dilakukan pemeriksaan tiket. Pemeriksaan tiket dilakukan secara random dan tiba-tiba. Semisal dua hari yang lalu; seorang yang berpakaian sipil persis seperti penumpang masuk ke dalam bis di sebuah halte. Setelah pintu ditutup dan bis berjalan, orang tsb mengeluarkan tanda pengenal dan meminta setiap penumpang yang ia jumpai untuk menunjukkan tiket. Schwarzfahrer/penumpang gelap yang tidak memiliki tiket diwajibkan membayar sebesar 40 Euro!

Kalau ada kawan yang bertanya: “Bagaimana rasanya sekarang tinggal di Jerman?” Mungkin saya hanya dapat menjawab singkat: “Rasanya kurang lebih seperti mimpi dengan mata terbuka!=D”. Mengapa? Karena terkadang bahkan saya masih merasa tidak percaya bahwa saat ini, hari ini, detik ini saya sudah berada di Jerman=b Malam pertama saya tidur di kamar, persis rasanya dengan malam pertama ketika saya tidur di dalam kamar kos di Jatinangor. Segala sesuatunya terasa begitu mengagumkan.. karena kini orang-orang di sekitar saya berbahasa asing (jerman, inggris atau arab). Dan inilah saya, mendadak menjadi bule di negeri orang=D hehe.. Segala puji bagi Allah atas segala nikmat yang telah diberikan kepada saya. Mudah2an saya dapat memanfaatkan kesempatan yang luar biasa ini dengan sebaik-baiknya! Amiin... So, das ist Deutschland in meinem ersten Ueberblick=D

Thursday, March 11, 2010

"Doa Rasulullah di Langit Pertama..."


Dan apabila hamba-hambaKu bertanya tentangKu, maka katakanlah bahwa Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu.." (QS. Al-Baqarah:186)

Kumulakan dengan NamaMu yang Maha Pengasih Maha Penyayang...

Tulisan ini terinspirasi dari tausiyah singkat ba'da shubuh yang disampaikan oleh seorang ustad di mushalla dekat tempat saya tinggal di Banda Aceh. Tausiyah ini memberikan sebuah nasehat yang mengenai bagaimana kita bersikap terhadap berbagai musibah yang akhir-akhir ini melanda negeri. Beliau memberikan penekanan terhadap pentingnya memanjatkan sebuah doa. Jangan-jangan kita telah sekian lama lupa berdoa untuk keselamatan negeri kita...

Saya termasuk orang yang percaya bahwa doa yang secara konsisten dipanjatkan oleh semakin banyak orang akan sangat mustajab dan mendatangkan begitu banyak kemudahan dan keajaiban.. Saya sering membayangkan bahwa setiap kadar doa yang kita panjatkan bersama secara konsisten (akan terwujudnya suatu kebaikan spesifik) akan menggumpal menjadi suatu gumpalan doa besar yang "tiada tertolak Tuhan". Terlebih bila turut serta di antara barisan para pendoa tersebut, orang-orang yang shaleh-shalehah seperti sahabat sekalian=D

Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah pernah berwasiat:
"Tidak ada yang dapat mencegah takdir kecuali doa, tiada yang memberi tambahan pada umur kecuali kebaikan, dan seseorang benar-benar dihalangi dari rizki disebabkan oleh dosa yang diperbuatnya."

Sahabat sekalian yang dirahmati Allah, sang ustad menutup sesi tausiyah pagi tsb dengan mengajarkan kepada para jamaah sebuah doa.. Doa ini konon merupakan sebuah doa yang diajarkan oleh malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW saat peristiwa Isra Mi'raj sebagai "senjata" untuk membinasakan jin ifrit yang berupaya mengejar dan mencelakakan beliau di langit pertama. Ketika Rasulullah membacakan doa ini, jin ifrit yang terkenal sangat kuat pun hancur luluh lantah..

Doa ini menurut saya begitu indah, begitu komprehensif dan saya pikir akan mendatangkan dampak yang sangat luar biasa bagi kemaslahatan negeri kita bila sahabat sekalian berkenan untuk membacanya secara periodik di waktu-waktu mustajab. terutama usai melaksanakan shalat fardhu..

Mungkin sahabat sekalian dapat menambahkannya ke dalam redaksi doa yang biasa sahabat panjatkan=D

Untuk memudahkan, dalam tulisan ini saya kutipkan artinya saja. Namun, bila sahabat tertarik untuk mengetahui bacaan aslinya (dlm bhs arab), insya Allah dapat ditemukan dalam berbagai referensi mengenai doa-doa rasulullah..

"Aku berlindung dengan wajah Allah yang Maha Agung dan dengan kalimat-kalimat Allah yang Maha Sempurna yang tidak dilewatkan oleh orang baik atau orang fajir..
dari kejahatan apa yang Dia ciptakan; dari kejahatan yang turun dari langit, dari kejahatan yang naik kepadanya... dari kejahatan yang merayap di muka bumi, dan dari kejahatan yang keluar darinya.. dari kejahatan fitnah malam dan siang, dan dari kejahatan pengetuk malam dan siang.. kecuali jalan yang mengetuk dengan kebaikan wahai Yang Maha Rahmah...

Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kemarahanNya, dari kejahatan hamba-hambaNya dan dari bisikan-bisikan syetan dan dari kedatangan mereka.."

Amiin.. Allahumma amiin..

Mari berdoa! semoga bermanfaat=D

"Sa'labah-kah kita?"

Berdasarkan sebuah riwayat...

Alkisah di zaman Rasulullah SAW, hiduplah seorang sahabat yang sangat miskin. Rasulullah mengenalnya sebagai seorang pribadi yang unik. Mengapa?Karena tiap kali ia melakukan shalat berjamaah bersama dengan Rasulullah dan para sahabat, tepat setelah rasulullah mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri (tanda rangkaian shalat usai) maka ia segera bergegas pergi meninggalkan masjid dan segera pulang ke rumah. Demikian yang terjadi berulangkali..

Suatu ketika Rasulullah bertanya kepada Sa’labah, ”Wahai Sa’labah, mengapa tiap kali aku selesai mengucapkan salam engkau segera bangkit dan bergegas pulang ke rumah?”. Sa’labah pun menjawab, “Betul, wahai Rasulullah.. Aku bergegas pulang karena aku khawatir bila aku tidak bergegas pulang, maka istriku di rumah akan terlambat shalat. Karena ini kain kami satu-satunya, maka kami bergantian memakainya untuk shalat...”. Ternyata,terlampau miskinnya Sa’labah sehingga ia hanya memiliki satu kain yang dipakai bergantian dengan istrinya.

Hingga tibalah suatu hari.. Sesampainya di rumah, Sa’labah mendapati istrinya yang telah begitu lama menemaninya dalam kemiskinan memiliki sebuah gagasan cemerlang untuk melepaskan kehidupan mereka dari belenggu kemiskinan.

“Wahai suamiku, kita telah begitu lama berada dalam kemiskinan.. “, ungkap istrinya. Sang istri pun melanjutkan, “Aku memiliki sebuah gagasan untuk membuat kita terlepas dari kemiskinan!”. Mendengar ungkapan Sang istri, Sa’labah pun bertanya, “Wahai istriku, katakanlah gagasan apa yang engkau miliki?”. Sang istri menjawab, “Bagaimana kalau kita meminta Rasulullah untuk mendoakan agar kita diberikan kelapangan rizki oleh Allah?Doa beliau pasti makbul..”.

Maka, Sa’labah pun menyetujui usulan istrinya tersebut. Saat berjumpa dengan Rasulullah, ia pun segera mengutarakan keinginannya untuk meminta doa dari Rasulullah. Rasulullah pun menjawab, “Wahai Sa’labah.. Aku khawatir bila Allah memberikan kepadamu kelapangan rizki, kamu akan menjauh dari Allah!”. Cepat-cepat Sa’labah merespon, “Tidak wahai Rasulullah.. justru ketika aku kaya, maka Aku akan menjadi lebih dekat kepada Allah SWT”. Namun, Rasulullah memutuskan untuk tidak memenuhi permintaan Sa’labah pada kali pertama ini.

Sa’labah tidak menyerah.. Berkali-kali ia mencoba meyakinkan Rasulullah bahwa kekayaan dunia tidak akan membuatnya lupa diri dan melupakan kedekatannya kepada Allah. Hingga pada kali kelima, Rasulullah pun akhirnya luluh juga. Maka beliau pun berdoa agar Allah memberikan kelapangan dan kemurahan rizki kepada Sa’labah. Sebelum pulang, Rasulullah pun menghadiahi Sa’labah seekor kambing.

Tidak lama berselang, Allah pun mengabulkan doa Rasulullah. Dengan modal seekor kambing yang diberikan Rasulullah, Sa’labah kini telah menjadi seorang yang kaya raya. Ia berhasil memiliki ratusan kambing. Namun, wajah Sa’labah semakin hari semakin jarang terlihat di antara barisan shalat berjamaah yang Rasulullah pimpin. Hingga akhirnya tidak pernah terlihat kembali.

Maka, Rasulullah pun bertanya kepada para sahabat, “Wahai Fulan, kemana perginya Sa’labah?Mengapa ia kini tidak pernah terlihat hadir dalam shalat berjamaah?”. Maka seorang sahabat pun menjawab, “Sa’labah sedang sibuk menggembalakan kambingnya di sebuah tempat yang jauh.. mungkin karena itulah ia tidak sempat untuk datang kemari”.

Beberapa saat kemudian, turunlah perintah Allah untuk berzakat. Namun, ternyata apa yang dikhawatirkan Rasulullah dahulu betul-betul terjadi. Sa’labah telah lupa diri, dan ia termasuk orang yang menolak untuk mengeluarkan zakat dari harta yang ia miliki..

Naudzubillah min dzaalik.

Sahabat sekalian yang dicintai Allah..
Konon para sahabat dan shalihiin yang telah mendahului kita, lebih senang mendapati dirinya berada dalam sebuah ujian atau musibah yang menyulitkan dalam keterbatasan. Daripada berada dalam ujian atau musibah yang diperoleh saat mereka berada dalam keadaan yang lapang dan senang.. Karena yang kedua dipandang lebih sulit untuk mereka hadapi.

Sebagaimana, seorang ulama besar, Syekh Hasan Albanna justru mengucapkan hamdalah ketika beliau mendapatkan musibah.. Karena beliau yakin akan kebenaran sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari, “Dan tidaklah seorang muslim mendapatkan musibah meskipun (sekedar) tertusuk duri, melainkan Allah gugurkan dosa-dosanya”.

Semoga bisa menjadi pengingat buat saya, anda dan kita semua=D

Wallahua’lam bishshawab

Quote of The Day :

"Mantapkanlah diri untuk mengakui kealfaan diri saat kritikan tajam datang menyapa.. terasa berat,namun sesungguhnya meringankan!"

Label Cloud


 

Design by Blogger Buster | Distributed by Blogging Tips