Sunday, August 29, 2010

ANOTHER RAMADHAN STORY

"Sampai seseorang memiliki komitmen selalu akan ada keraguan, kemungkinan untuk mundur, ketidakefektifan. Ketika seseorang sudah berkomitmen kepada dirinya sendiri, takdir baik akan mengikutinya. Berbagai hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya akan muncul dengan sendirinya untuk membantu. Berbagai peristiwa akan muncul dari keputusan yang dibuat untuk mendukung orang tersebut dalam bentuk aneka kebetulan, pertemuan, dan bantuan materi yang tak terduga. Hal-hal yang tak terimpikan sebelumnya, akan muncul ke hadapannya begitu saja!” – Goethe

Mungkin ini adalah cerita seputar Ramadhan kesekian yang pernah kawan-kawan temukan di Ramadhan tahun 2010 ini. Namun saya berharap masih ada sedikit ruang yang tersisa untuk meluangkan waktu dan menikmati sharing pengalaman Ramadhan saya di tanah air sang Goethe=D

Sengaja saya membuka tulisan ini dengan rangkaian kata seorang yang sangat dihormati di negerinya. Kemana pun ia pergi, di sanalah dibuatkan prasasti dan museum sebagai pengingat bahwa ia pernah hidup sekali waktu di kala itu. Kini saya paham mengapa.. karena ia telah melalui sebuah jalan yang istimewa, penuh dengan “... aneka kebetulan, pertemuan, dan bantuan materi yang tak terduga..”, yang mungkin tidak dialami oleh kebanyakan orang.

Saya sepakat bahwa aneka kebetulan yang luar biasa ini dimulai dengan sebuah komitmen. Komitmen inilah yang secara kebetulan (lagi-lagi kebetulan=D) memungkinkan saya untuk terbang dan memperoleh sensasi pengalaman Ramadhan pertama saya di negeri Jerman. Meskipun sebagian kawan saya menyebutnya dengan istilah yang sedikit berbeda: “Keras kepala”=b Mungkin komitmen yang saya miliki masih jauh dari kadar komitmen Goethe saat itu, namun setidaknya saya merasakan betul bahwa kutipan inilah yang paling logis untuk menjelaskan keajaiban yang tengah saya alami saat ini=D Dan kini saya percaya bahwa keberuntungan tidak hanya datang sesekali.. bahkan berkali-kali! Begitu banyaknya hingga saya pun terkadang ragu untuk menyebutnya sebagai “keberuntungan”. Bukankah keberuntungan hanya datang sesekali?

Menjaga Komitmen

Serupa dengan komitmen, begitu pulalah kita memulai rangkaian ibadah puasa kita dengan sebuah niat. Sebuah niat yang baik tentu harus berlaku di mana pun kita berada. Bukan hanya ketika kita berada di lingkungan yang mayoritas, namun juga minoritas. Kalau saya boleh beropini, memang jauh “lebih mudah” untuk melaksanakan ibadah puasa di Indonesia daripada di Jerman. Mengapa? Ada beberapa fakta yang mendasari opini saya tsb=D

Yang pertama, dari segi durasi atau lamanya waktu berpuasa, kaum muslimin di sini tahun ini berpuasa lebih lama 3 jam dibandingkan di Indonesia. Pada hari-hari awal Ramadhan, kami mulai berpuasa sekira pukul 4 di pagi hari dan berbuka pada pukul 9 malam. Tentu lebih “menantang”, bukan?=D Entah mengapa, baru di sini saya mengalami sensasi “perut berbunyi”=b Bunyinya krg lebih begini: “Krutuk krutuk krutuk.. nguk nguk..” (baca: bunyi “nguk nguk” di akhir sptnya mrpkn efek resonansi dr yg irama pertama=b hehe..)

Kedua, terkait dengan “godaan” di kala berpuasa. Di sini adalah sangat lumrah bila ada sepasang muda-mudi slg bermesraan, beradu bibir di depan umum, termasuk di dalam bis. Bahkan sekalipun bila di sebelah pasangan muda-mudi tsb berdiri, terdapat seorang anak kecil di bawah umur! (baca: terkadang saya dan beberapa kawan asal Aceh mencoba mengingatkan mereka dengan sindiran terbuka smacam ini: “Ehem.. maaf mbak, mas kami ini sedang berpuasa!”. Tapi entah mgkn karena roaming bahasa, mrk pun ttp tidak tergugah=b hehe..)

Begitu pula ketika kita memasuki toko buku. Di sebagian toko buku di Jerman, terkadang dipajang secara terbuka berbagai kalender dan majalah dengan model tanpa busana.. pria maupun wanita! tp alhmd di kota Marburg tempat saya tinggal, tidak ditemukan hal yg demikian=D

Mengenai bab ini, suatu kali karena terdorong rasa penasaran, maka saya memberanikan diri untuk bertanya kepada guru kami, seorang perempuan muda berkebangsaan jerman. Saya bertanya kepadanya, “Mengapa kalender tanpa busana tsb dipajang scr terbuka tanpa sensor di sebuah toko buku yg ramai dikunjungi, termasuk oleh banyak anak-anak kecil?Ini adalah sesuatu yang aneh bagi kami orang-orang Asia.. Dapatkah anda membayangkan, bila seseorang berniat membeli “produk” tsb dan melakukan pembayaran di kasir sementara di sebelahnya berdiri seorang anak kecil?”. Jawaban beliau cukup sederhana: “Karena hal tsb adalah sesuatu yang dianggap umum & wajar.. Dan kami tidak pernah mempermasalahkan hal tsb”. That’s all. So, Herzlich willkommen in Deutschland=D

Selain itu, tentu saja hampir seluruh orang di sekitar saya makan dan minum ketika kami tengah berpuasa.. karena ini bukan negeri yg mayoritasnya muslim, maka sebagian besar warganya makan dan minum=D tidak ada lantunan azan ketika waktu shalat tiba, tidak ada ceramah pengantar berbuka, tidak ada berbagai program khas Ramadhan seperti di “kampung halaman” kita, juga tidak ada panganan ta’jil semisal kolak, es timun suri, es belewah, dsb.. Hanya kurma yang tersedia di beberapa supermarket tertentu. Tapi alhmd, saya berhasil melepaskan kerinduan saya thd kolak ketika kemarin berkesempatan untuk berbuka puasa di KJRI Frankfurt=D hehe..

Menikmati Sekian Banyak Kebetulan

Di hari-hari awal, saya menemukan kesulitan untuk menemukan panganan halal selain Kebab berukuran besar dan sejenisnya yang banyak tersedia di toko-toko kebab milik orang Turki. Namun, seiring dengan berjalannya waktu,dilandasi oleh faktor “penghematan” (mengingat harga satu porsi Kebab “sangat mengkhawatirkan”=b) & keinginan untuk mencari “alternatif makanan halal” (baca: mencegah gejala perubahan wajah menjadi mirip Kebab akibat kebanyakan mengkonsumsi Kebab=b), maka saya pun menemukan kebetulan yang pertama=D

Kebetulan, di sebuah supermarket terdekat bernama Aldi dijual produk ayam berlabel halal (perlu dicatat bhw produk halal tidak tersedia di setiap daerah di Jerman, biasanya hanya tersedia di kota-kota besar) plus produk beras yg dijual dalam kemasan kotak berisi kantong-kantong beras berukuran 4 x 125 gram/kotak.

Kebetulan lainnya datang seiring dengan ditemukannya beberapa Toko Asia yg menjual berbagai bumbu instan, sambal ulek, dan berbagai barang-barang khas Asia. Meskipun tentu saja barang-barang yang dijual di toko tsb relatif agak mahal. Dengan seluruh bahan yang tersedia, tiba-tiba mendadak saya bisa memasak!=D

Khusus untuk bulan Ramadhan, organisasi muslim setempat kebetulan membuka sebuah acara buka puasa bersama selama tiga hari berturut-turut. Acara ini dihadiri oleh banyak orang, termasuk warga Marburg non muslim. Dibuka pula sebuah stand khusus yang menjual buku-buku Islam dan Al-Quran yang seluruhnya berbahasa jerman. Di stand ini pula, tersedia semacam pelayanan bagi warga non muslim yang ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam.

Meskipun termasuk kota kecil yang hanya memiliki satu buah masjid (lbh tepatnya: “sebuah rumah dgn kmr yg disulap mjd tempat shalat”), namun komunitas muslim di sini menurut saya sangat baik. Mereka memiliki hubungan yang baik dengan walikota setempat. Saat ini bahkan mereka berencana untuk membangun sebuah masjid atau semacam Islamic Center yang lebih besar di pusat kota.

Masjid yang ada saat ini terletak agak ke pinggir kota. Tentu saja cukup sulit ditemukan oleh orang asing yang baru saja beberapa waktu tiba di kota ini. Tapi alhamdulillah, kebetulan tiga orang kawan sekelas saya di tempat kursus asal Chechna seluruhnya muslim. Dan kebetulan mereka telah tinggal di Marburg selama lebih kurang 8 bulan, sehingga merekalah yang menunjukkan kepada saya dan kawan-kawan di mana letak masjid.

Saya dan kawan-kawan biasa mengunjungi masjid ini untuk melaksanakan shalat Jumat dan shalat tarawih ketika akhir pekan. Masjid ini dikelola oleh orang Arab. Sehingga khutbah jumat disampaikan full dalam bahasa Arab, dengan ringkasan dalam bahasa Jerman pada jeda di antara dua khutbah. Di dalam masjid ini kami berinteraksi dengan muslim dari berbagai negara termasuk Turki, Pakistan, Yaman, Somalia, Chechnya, Khirgistan, Afghanistan, dsb.

Salah satu kegiatan favorit kami di akhir pekan pada bulan Ramadhan adalah “berbuka puasa di masjid”. Alasannya sederhana saja: karena “seluruhnya gratis!”=b hehe.. Menu yang ditawarkan biasanya khas Arab, dengan hidangan utama berupa semacam nasi briyani, sayur dan daging (ayam/sapi).

Setelah berbuka, dilanjutkan dengan shalat Isya dan Tarawih. Tarawih di sini sama spt di Indonesia, berjumlah 8 rakaat plus Witir 3 rakaat. Salah satu hal yang menjadi tantangan kami pasca shalat tarawih adalah udara malam yang sangat dingin dan bis yang datang sekira satu jam sekali pada halte tertentu=D Untuk mencapai tempat tinggal, biasanya kami harus berjalan kaki antara 10-15 menit menuju halte terdekat, menunggu bus datang selama 15-20 menit, dan kemudian melanjutkan perjalanan selama lebih kurang dua puluh menit. Biasanya kami baru dapat tiba di kamar sekira pukul ½ 1 pagi=D

Seorang Kawan Baru

Saya cukup beruntung karena di lantai saya tinggal, terdapat tiga orang muslim lainnya; dua asal aceh dan satu asal Afghanistan. Yang terakhir inilah yang seringkali membuat waktu-waktu sahur dan berbuka kami di dapur terasa lebih menyenangkan. Di negeri asalnya, tampaknya beliau adalah orang yang sangat dikenal luas. Bagaimana tidak, ia muncul di televisi nasional setidaknya lima kali dalam sehari!

Kebetulan, jurusan Kimia tempat ia mengajar di Afghanistan tengah melakukan promosi besar-besaran mengenai kampus mereka terutama laboratorium yang mereka miliki. Sebagai seorang yg memperoleh gelar master dari Inggris, ia mendapatkan kepercayaan untuk menjadi kepala lab di sana. Saat ini di Jerman, beliau berencana untuk mengambil Doktor. Selain sebagai dosen, beliau juga dipercaya oleh pamannya untuk menjadi semacam supervisor jarak jauh sebuah perusahaan besar di Afghan dengan 1300 tenaga kerja!

Meskipun cukup disegani di negaranya, beliau di mata kami adalah seorang kawan yang rendah hati,baik dan humoris. Dengan bahasa inggris seadanya, kami berinteraksi dan bertukar cerita. Tentang apa pun yang terlintas.. Tentang keseharian kami, kultur kedua negara, politik, sejarah,dsb. Begitu banyak hal baru yang saya peroleh darinya=D Termasuk di antaranya tips menikmati Yoghurt (yang menurut kami agak aneh=b) dengan menambahkan bawang putih, bawang merah, dan sedikit jeruk nipis. Tidak jarang kami pun menawarkannya beberapa jenis makanan Indonesia hasil “ramuan” kami. Perlu diketahui bahwa menjelang waktu berbuka, maka area dapur berada dalam genggaman kekuasaan kami para lelaki=D hehe.. Terkadang beberapa orang penghuni lainnya, termasuk orang jerman yang tinggal satu lantai dengan kami bergabung untuk turut mencicipi hidangan utama, ataupun sekedar untuk mengambil buah/kurma.

Puasa bukanlah Hambatan

Aktivitas favorit lain di akhir pekan adalah melakukan perjalanan keliling jerman. Kebetulan ada sebuah tiket khusus yang ditawarkan hanya pada akhir pekan seharga 37 Euro yang dapat digunakan untuk melakukan perjalanan ke seluruh jerman. Tiket ini berlaku satu hari penuh hingga pukul tiga pagi keesokan harinya dan dapat dipakai bersama-sama hingga max 5 orang. Dan puasa tentu saja tidak menghalangi hobi baru kami yang satu ini=b Biasanya kami melakukan perjalanan seharian penuh, non stop! Berangkat dari asrama sekira pukul ½ 7 pagi untuk mengejar kereta pukul ½ 8. Dalam satu hari, kami bisa mengunjungi hingga maksimal tiga kota. Jarak antara satu kota ke kota lainnya pun bervariasi; antara 2 jam hingga 3 jam perjalanan. Untuk pulang, biasanya kami menumpang kereta paling akhir yang sampai di stasiun Marburg. Lumrahnya kami sampai di Marburg sekira pukul 12 dini hari=b Orang jerman akan tergeleng-geleng melihat cara kami mengatur perjalanan kami.. hehe..

Namun, sayangnya tidak setiap muslim yang saya kenal menjalankan puasa. Alasannya pun beragam. Namun, saya biasanya tidak ambil pusing dengan hal tsb. Di sini, di sebuah tempat yang sangat jauh dari rumah, saya telah memutuskan untuk tetap berkomitmen. Karena dengan komitmen inilah (insya Allah) berbagai takdir baik kan mengikuti.. Mohon doa, agar kami senantiasa istiqomah=D

“Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya...” QS.65:3



2 opini dari pembaca:

panjita ebonk said...

Akhi Reza, membaca cerita Reza benar-benar menjadi sebuah inspirasi. melihat komitmen dan kesabaran serta adaptasi tanpa merusak nilai-nilai fundamental seseorang. benar-benar luar biasa. aku sangat terhibur dengan postingan ini za, dapat melihat (melalui mata Akhi) perjalanan reza dalam menghadapi segala hambatan dengan tetap tawakkal. posting terus ya kisah2nya Za. hope that you can always keep the commitment of your values. :)

busana muslim said...

semoga aktivitas mas reza di jerman dapat memberikan kesan positif terhadap agama islam di mata dunia barat. Amiin

Quote of The Day :

"Mantapkanlah diri untuk mengakui kealfaan diri saat kritikan tajam datang menyapa.. terasa berat,namun sesungguhnya meringankan!"

Label Cloud


 

Design by Blogger Buster | Distributed by Blogging Tips