Tuesday, March 24, 2009

Menyikapi Golput..

Fatwa golput MUI memang kurang bijak dari segi “pemilihan bahasa”. Seharusnya tidak berbunyi, “golput itu haram!”. Tetapi, mungkin bisa disederhanakn dengan bahasa yang lebih mudah dicerna. Misalnya, “Dalam pemilu ini, jangan memilih pemimpin yang zalim. Pilihlah pemimpin yang memahami Islam sebagai solusi dan rahmat bagi bangsa kita.”, dsb. Pesannya sampai, tetapi dengan cara yang lebih santun.

Konsep Golput muncul saat zaman tirani suharto sebagai bentuk ekspresi kekecewaan para aktivis yang bosan dengan “monotonisasi politik”, dimana setiap kali pemilu sudah dapat ditebak siapa pemenangnya: Golkar. Jadi sudah tidak lagi menarik.


Namun, menurut saya sikap GOLPUT kini sudah tidak lagi relevan. Dan saya memandang sikap tsb sebagai sikap yang tidak solutif dan tidak memiliki efek jangka panjang. Sekarang pertanyaan saya adlh “kalau seandainya, sebagian besar rakyat Indo GOLPUT, apa kemudian yang akn dilakukan selanjutnya?” (tentunya ketika kondisi tsb terjadi situasi politik di Indo pasti kacau balau, karena tidak adanya kepercayaan masyarkat kepada partai politik) Namun, selanjutnya apa? REVOLUSI untuk mengganti system politik? Konsepnya seperti apa? Dan kita harus menghitung berapa banyak kemunduran yang harus terjadi bila REVOLUSI terjadi karena prinsip revolusi (yang saya pahami) adalah “hancurkan dulu bangunannya kemudian bangun kembali!”. Namun, apa yang kiranya akan terjadi ketika kondisi Negara ini sedang ricuh?Siapa yang akan menjadi korban paling banyak? Adlah keniscayaan bahwa para ahli politik akan menngeluarkan berbagai jurusnya untuk berkuasa. Namun, tentunya (dalam situasi tsb) politik berlaku tanpa adanya peraturan/hukum. Bukan begitu?


Tentunya orang-orang yang dikenal sebagai pencetus golput (selayaknya) juga memiliki metode dan kepentingannya masing-masing. Atau bahkan, mungkin ada di antara para pencetus golput tidak memiliki konsep yang memadai sebagai tindak lanjut golput! Pokoknya yang penting golput. Inikan reaktif namanya. Sebaiknya para pelopor golput ini memaparkan seperti apa langkah selanjutnya setelah golput dilancarkan. Sehingga masyarakat bisa lebih tepat dalm menyikapi anjuran golput yang mereka galakkan.


Oleh karena itu, sampai sekarang saya menganggap bahwa golput itu bukanlah sebuah keputusan yang solutif. Saya memegang prinsip yang diajarkan kaidah Islam, sesuai pemahaman saya, bahwa “menghindari kerusakan adalah lebih utama daripada mengambil manfaat”. Ketika partisipasi dalam pemilu ini masih memiliki harapan akan kondisi bangsa yang lebih baik dan memiliki setidaknya (mungkin) sedikit manfaat, mengapa harus ditinggalkan?


Saya menghormati pilihan politik setiap individu. Namun, saya mengajak kawan2 (terutama aktivis) yang berkeyakinan golput untuk meredefinisi konsep yang mereka miliki tentang bagaimana golput akan berdampak kepada kebaikan Negara dan apa langkah selanjutnya yang akn dilakukan.


Saya meyakini bahwa untuk saat ini fenomena golput tidak dapat dikurangi hingga angka nol, namun saya berharap golput tetap menjadi minoritas selama belum memenuhi dua hal yang saya sebutkan di atas tadi. Wallahua’lam.


3 opini dari pembaca:

Anonymous said...

Saya seorang Golput, dan memiliki alasan tersendiri untuk itu, tapi bukan mensosialisasikan golput atau tidak golput saat ini yang menjadi poin penting, akan tetapi kondisi keamanan pasca pemilu lah yang harus kita lebih tekankan mengingat banyaknya barisan sakit hati pasca pemilu 2009.
Yassir-IC 2002

reza fathur said...

Kak yasir apa kabar?
nuhun atas tanggapannya.

Menurut saya, golput atau tidak golput akan sangat menentukan apa yang terjadi pasca pemilu 2009, termasuk keamanan dan kondusifitas negara.

Walaupun memang saya sepakat mengenai kemungkinan akan banyaknya barisan sakit hati pasca pemilu 09.
Apalagi melihat bagaimana beberapa pemimpin partai a.k.a Tokoh Bangsa ini sudah tidak menunjukkan etika berpolitik yang santun.
Misalnya konflik antara PDIP & Demokrat mengenai BLT yang menurut saya sudah sangat tidak sehat & tidak santun.. atau ketidakharmonisan hubungan antara JK (Golkar) & SBY (Demokrat)terkait statement JK yang kurang lebih menyiratkan bahwa ia dapat lebih baik dari SBY.

Negara kita memang sedang krisis "Pemimpin Santun". Tapi bukan berarti tidak ada lagi pemimpin santun sama sekali di negeri ini, bukan?=D

Politik selayaknya tidak melulu perebutan kekuasaan, tetapi juga upaya pemimpin untuk memahami kebutuhan masyarakatnya.

Saya pikir, negeri ini butuh penyegaran!

Rizal Affif said...

Well, saya juga orang yang punya tendensi jadi golput. Tapi coba lihat dari sudut pandang saya. Pemilu pada dasarnya adalah memilih wakil rakyat dan pemimpin suatu negara. Tapi saat melihat pilihan-pilihan yang ada, lantas merasa bahwa tak satu pun sesuai dengan suara hati nurani saya, apakah saya tidak berhak golput? Saya hanya akan memilih kalau memang sesuai dengan hati nurani. Saya tidak akan memilih kalau memang saya merasa tidak ada yang pantas dipilih. Bukan masalah mana yang paling baik dari semua yang buruk, tapi lebih pada masalah apa yang disampaikan oleh nurani. Buat saya, pilihan itu harus genuine dari lubuk hati, bukan karena dipaksa harus :p

Rizal

Quote of The Day :

"Mantapkanlah diri untuk mengakui kealfaan diri saat kritikan tajam datang menyapa.. terasa berat,namun sesungguhnya meringankan!"

Label Cloud


 

Design by Blogger Buster | Distributed by Blogging Tips