Friday, July 31, 2009

"Membayangkan Generasi Tua Kita.."

Tadi siang ketika sedang melaju di atas motor, di bawah terik matahari siang kota depok,
melintas seorang nenek dan cucu laki-lakinya. Sambil memperlahan laju kendaraan, sekilas saya menatap wajah sang nenek yang renta tampak khawatir melihat cucunya menyeberang mendahuluinya. Sementara sang cucu, asyik berjalan di depan tanpa menoleh sedikit pun ke arah sang nenek yang berjalan lebih lamban, tampak agak terseok di belakangnya.

Melihat fenomena tersebut, entah kenapa, tiba-tiba terlintas di benak saya seperti apa kelak generasi kita, termasuk saya (bila Allah memberikan usia yang panjang) menjalani masa-masa tua kita? Apakah akan tetap ada seorang nenek atau kakek yang masih memiliki kesempatan untuk mengkhawatirkan cucunya?atau jangan-jangan tanpa kita sadari, kita sudah mulai menjalani proses menjadi seorang cucu yang (akan) tumbuh menjadi seseorang yang sama sekali menghiraukan orang yang lebih tua.

Kekhawatiran saya beralasan. Utamanya karena pola pendidikan anak yang kini semakin menekankan kepada kemandirian anak dan pelimpahan “wewenang” pengasuhan anak kepada orang-orang di luar keluarga inti. Entah hal ini terjadi by design atau by accident, yang jelas kini orang-orang tua terlalu sibuk terhadap diri mereka sendiri. Terutama, pada keluarga-keluarga dengan tingkat ekonomi yang memadai. Akibatnya, kini terjadi degradasi (baca: penurunan) kualitas hubungan orang tua terhadap anak.

Kalau kita coba membayangkan kembali masa kecil kita (generasi yang lahir antara awal 80an hingga awal 90)dengan masa kecil generasi sekarang adakah hal-hal yang dulu (kita rasakan) menjadi poin-poin penting dalam pengasuhan orang tua kita terhadap kita, tapi saat ini sudah mulai berkurang atau bahkan hilang sama sekali? Apalagi bila kita membandingkannya dengan masa kecil generasi orang tua kita. Tentu kita akan menemukan lebih banyak lagi nilai yang hilang dalam pola asuh orang tua terhadap anak.

Sebagai contoh, terkait dengan pendampingan belajar. Dulu, saya masih ingat ketika saya SD, ibu saya sering mendampingi saya di malam hari selepas maghrib, untuk membahas PR-PR sekolah yang saya peroleh di hari tersebut. Namun, seiring dengan waktu, (ketika SMP) ibu saya mulai bekerja di kantor sehingga hampir tidak pernah beliau mendampingi saya untuk belajar lagi. Dewasa ini,(bagi anak-anak generasi kini) bahkan sudah lebih parah lagi.. Lembaga bimbingan belajar kini menjamur di mana-mana. Menjadi semacam tempat-tempat penitipan anak modern. Jadi, semakin terbukalah kesempatan “pelimpahan wewenang” dari orang tua ke guru-guru bimbingan belajar.

Saya tidak ingin mempersalahkan kemajuan zaman dan teknologi. Namun,adakah sebuah cara untuk mengembalikan kesadaran kita untuk “kembali ke jalan yang benar”? Saya khawatir, bila kondisi ini terus dibiarkan di usia tua kita nanti (mungkin) akan semakin banyak panti-panti jompo yang menampung kakek & nenek seusia kita. Menampung orang-orang yang terlupakan, karena kita kini pun melupakan.
Bukankah apa yang kita tanam hari ini akan kita tuai di hari nanti?Menanam padi, menuai padi.. Menanam jagung, menuai jagung.. Jadi, apa yang kita tanam hari ini kawan?=D Mungkin ada di antara kawan yang berkenan untuk berbagi? Lebih khusus terhadap kawan-kawan yang kini telah mulai memasuki fase baru dalam hidupnya: membina sebuah keluarga, sekolah peradaban yang sesungguhnya=D


"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia" QS.17:23

0 opini dari pembaca:

Quote of The Day :

"Mantapkanlah diri untuk mengakui kealfaan diri saat kritikan tajam datang menyapa.. terasa berat,namun sesungguhnya meringankan!"

Label Cloud


 

Design by Blogger Buster | Distributed by Blogging Tips