Sunday, August 31, 2008

opini saya tentang demonstrasi...

Media Indonesia Selasa, 05 Agustus 2008 00:01 WIB
Memberikan Makna Demonstrasi

HARGA minyak dunia hingga saat ini masih bertengger di atas level US$100 walaupun pada beberapa pekan terakhir menunjukkan penurunan cukup tajam. Ancang-ancang dipertunjukkan negara para penghasil minyak karena pakar ekonomi memperkirakan harga minyak dunia akan menginjak pada level US$200 pada penghujung tahun ini. Sebut saja Hugo Chavez (Venezuela), presiden pengagum Fidel Castro tersebut melakukan upaya nasionalisasi minyak.
Yang terjadi di negeri kita malah sebaliknya. Dengan becermin pada 2005, pemerintah seolah kebakaran jenggot dengan menaikkan harga BBM konsumsi di tingkat masyarakat. Antisipasinya adalah melakukan program subsidi, itu pun berhasil dalam jangka waktu setahun.
Tangisan masyarakat yang kelaparan menyeruak di berbagai kota, inflasi beranjak naik sementara angka pengangguran mengikuti, pendidikan murah hanya jadi wacana ketika anak-anak putus sekolah mengamen di perempatan jalan. Ironis, sebagian wakil rakyat seolah menyembunyikan batang hidung mereka menandakan krisis kepercayaan terhadap mereka.
Sejalan dengan itu, gerakan mahasiswa menentang kebijakan memanas.
Klimaksnya terjadi pada demo mahasiswa pada 24 Juni 2008 di Gedung DPR, para demonstran melempari polisi dan merusak pintu gerbang DPR.
Mereka merusak sejumlah mobil. Bahkan, sebuah mobil berpelat merah dibakar di depan Kampus Atma Jaya. Insiden itu melukai 21 orang. Sebanyak 16 orang di antaranya polisi. Banyak pihak menyayangkan aksi anarkistis tersebut.
Menurut Angga, 19, mahasiswa Hubungan Internasional Unpad Bandung, menyesalkan kerusuhan demonstrasi di depan gedung DPR yang terjadi beberapa waktu lalu. Baginya, tindakan tersebut mengarah pada vandalisme, artinya perusakan sporadis yang diinginkan sekelompok orang yang mungkin bisa jadi mencari perhatian media.
"Sejatinya tuntutan mahasiswa adalah meminta respons dari pemerintah, tetapi saya tidak setuju dengan adanya perusakan dengan cara membakar mobil pelat merah," ujar Angga yang juga aktif di organisasi LMND Bandung.
Reza Fathurrahman, 23, mahasiswa Psikologi Unpad mengatakan dalam kaitannya dengan demo anarkistis, itu sebenarnya sudah di luar batas toleransi. Menurutnya, mahasiswa harus berhati-hati dengan aliansi-aliansi yang saat ini banyak didirikan tanpa ada arahan yang jelas, harus dapat memilah milah aliansi yang memang sejak awal berdiri dengan tujuan dan arahan yang jelas, jangan berpihak pada aliansi yang hanya berdiri karena momentum tertentu. "Seharusnya demo mahasiswa kembali lagi kepada tujuan yang sebenarnya, demo yang dilakukan harusnya proporsional, sesuai dengan kebutuhan," ujarnya.

Mengubah paradigma

Reza mengharapkan perlu adanya perubahan paradigma. Paradigma awal pesimistis mengenai Indonesia harus perlahan-lahan diubah menjadi sebuah optimisme. Optimistis bahwa Indonesia akan maju ke arah yang lebih baik adalah pemikiran utama yang harus diterapkan pada benak setiap warga.
Selain itu, pendidikan yang lebih baik lagi harus dapat diterapkan di masyarakat. Masyarakat harus mendapatkan pendidikan yang baik sehingga mereka dapat ikut serta dalam pembangunan bangsa.
Mahasiswa memiliki potensi ketulusan untuk membangun bangsa, potensi itulah yang harus dikembangkan. Masyarakat jangan terlalu reaktif sebelum paham terhadap apa yang ingin disampaikan dari sebuah demo mahasiswa. "Pemerintah dan masyarakat jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan dan menggeneralisasikan sesuatu sebagai sesuatu yang mutlak," ujar Reza.
Kedua, demo yang dilakukan harus proporsional. Sebelum melakukan aksi penyusunan konsep harus matang, bahkan the worst planning (rencana terburuk) harus disiapkan. Pelajari ilmu komunikasi massa dan propaganda dan bina jaringan dengan benar.
Sementara itu, bagi dosen sosiologi Stikom Bandung NR Ruyani Ssos Msi, perilaku demonstran yang menunjukkan sisi kekerasan adalah sebuah perilaku emosional. Artinya, individu maupun kelompok mencoba untuk menghindarkan dirinya untuk disalahkan. "Kebanyakan demonstrasi dilucuti sikap emosional individu demonstran, gejala itu yang sering muncul saat demonstrasi berujung rusuh."
Demonstrasi terimbas oleh disosiatif, artinya hubungan yang merugikan. Simak saja akibat ulah para demonstran yang berujung rusuh, secara materiil perusakan terhadap sarana dan prasarana negara hanya menimbulkan kesia-siaan.
Sejatinya, demonstrasi membutuhkan pengendali yang tepat. Petugas keamanan harus bekerja secara profesional, artinya mereka sebagai pengendali sosial. Para demonstran yang brutal diberikan efek jera pada perilaku yang tidak terpuji. Hal itu agar tidak menjadi buah simalakama. "Masyarakat menjadi bingung menilai aparat dan mahasiswa saat kerusuhan terjadi," ujar Ruyani. Huyogo, Astri/T-1
August 13, 2008 | Permalink | C

0 opini dari pembaca:

Quote of The Day :

"Mantapkanlah diri untuk mengakui kealfaan diri saat kritikan tajam datang menyapa.. terasa berat,namun sesungguhnya meringankan!"

Label Cloud


 

Design by Blogger Buster | Distributed by Blogging Tips